TEMPO.CO, Bandung - Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum, Sekretariat Daerah Jawa Barat, Taufik Budi Santoso mengatakan, pemerintah provinsi tengah menyisir Peraturan Daerah di kabupaten/kota di Jawa Barat. “Berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, menghambat investasi, dan menimbulkan biaya tinggi,” kata dia di Bandung, Rabu, 27 April 2016.
Taufik mengatakan, penyisiran itu mengikuti instruksi Menteri Dalam Negeri yang sudah dua kali dikirimkan pada semua daerah mengikuti permintaan Presiden Joko Widodo untuk mencabut Perda bermasalah. Instruksi menteri itu dikirim dua kali tahun ini, yakni pada Februari dan terakhir April.
Menurut Taufik, pemerintah Jawa Barat selain menyisir sendiri, juga meminta masing-masing kabupaten/kota juga mengirim usulan untuk penghapusan Perda masing-masing yang bermasalah. Hingga saat ini misalnya baru tujuh, dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat yang mengirim usul itu. Sudah puluhan Perda bermasalah yang sudah terkumpul.
Perda kabupaten/kota yang bermasalah itu diantaranya masih menarik retribusi tower telekomunikasi padahal putusan Mahkamah Konstitusi sudah melarang pemerintah daerah mengutip retribusinya. “Kemudian terkait sumber daya air sudah kita identifikasi, yang menghambat perizinan biaya tinggi misalnya IMB (Izin Mendirikan Bangunan) yang menurut kabupaten/kota perlu penyesuaian karena masih biaya tinggi, ini sedang di identifikasi, terakhir masalah retribusi dan pajak,” kata Taufik.
Taufik mengatakan, Menteri Dalam Negeri memberi dua opsi untuk penghapusan Perda bermasalah itu. Pertama pemerintah provinsi langsung menghapusnya seperti yang belum lama dilakukan Gubernur Jawa Timur, atau pemerintah provinsi menyerahkan daftar Perda bermasalah itu pada Menteri Dalam Negeri untuk dihapus menteri seperti yang dilakukan Jawa Tengah.
Di penghujung Januari lalu, Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo segera mencabut 3.000 peraturan daerah (perda) bermasalah yang saat ini masih berlaku.
Menurut Jokowi, ribuan perda itu bermasalah karena bertentangan dengan undang-undang, menghambat perizinan, dan membebankan beragam tarif kepada masyarakat. Dia berpendapat Indonesia memerlukan penyederhanaan banyak regulasi agar bisa mempercepat proses pembangunan dan meningkatkan daya saing nasional.
AHMAD FIKRI