TEMPO.CO, Jakarta - Penerapan United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP) di Indonesia harus mengakar sehingga terdapat kepemilikan bersama di antara semua pemangku kepentingan.
"Untuk selanjutnya terdapat shared responsibility dalam implementasinya di Indonesia," kata Triyono Wibowo, Duta Besar dan Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB, WTO, dan organisasi internasional lainnya di Jenewa.
Pernyataan Triyono disampaikan pada sambutan kunci pembukaan Simposium Nasional dan Focus Group Discussion (FGD) membahas tema “Mendorong Implementasi Efektif UNGP di Indonesia” yang diselenggarakan di Universitas Airlangga, Surabaya pada 26-27 April 2016.
Dalam siaran persnya, Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa menjelaskan, UNGP yang disahkan Dewan HAM PBB pada 2011 berisikan prinsip-prinsip pemajuan dan perlindungan HAM terkait kegiatan bisnis. Ada tiga pilar di dalamnya.
Pertama, kewajiban negara/pemerintah untuk melindungi HAM (state duty to protect). Kedua, tanggung jawab bisnis untuk menghormati HAM (corporate responsibility to respect). Ketiga, akses untuk memberi pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM terkait operasi bisnis (access to remedy for victims).
UNGP penting diimplementasikan di Indonesia untuk mendukung upaya menarik investasi asing, termasuk perusahaan multinasional, dan keperluan untuk terus menjaga komitmen nasional terhadap perlindungan HAM.
Simposium nasional ini diselenggarakan untuk meningkatkan peran dan kapasitas negara dalam mendorong bisnis yang menghormati HAM. Selain itu, untuk mendorong berbagai pemangku kepentingan, seperti akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan penggiat HAM, saling memahami peran dan bekerja sama secara konstruktif menyukseskan implementasi UNGP dan pembangunan yang ramah HAM.
Pembicara dalam simposium ini adalah perwakilan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Komnas HAM, ELSHAM, Indonesia Global Compact Network, serta pakar dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan Universitas Indonesia.
Peserta berasal dari pemerintah pusat dan daerah, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat, dan kalangan akademisi. Pada hari pertama simposium, diluncurkan dua buku terkait isu bisnis dan HAM.
Kedua buku itu adalah Tanggung Jawab Korporasi Nasional dalam Hukum HAM Internasional yang diterbitkan Universitas Airlangga dan UNGPs, Desentralisasi dan UKM yang diterbitkan Universitas Airlangga bekerja sama dengan ELSHAM.
Simposium Nasional dan FGD ini diselenggarakan atas kerja sama Kementerian Luar Negeri (PTRI) dengan Universitas Airlangga. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari komitmen Kementerian Luar Negeri untuk terus mendorong implementasi UNGP di Indonesia.
UNTUNG WIDYANTO