TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengaku belum menerima permintaan penyelidikan aliran dana Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kami masih menunggu permintaan dari penegak hukum khususnya KPK, nanti setelah itu baru bisa kami coba telusuri," kata Yusuf di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 26 April 2016.
Yusuf mengatakan PPATK baru berfokus pada aliran dana yang tidak wajar saja. Lembaganya belum mendalami sejauh mana dugaan keterlibatan Nurhadi dalam kasus penangkapan panitera sekaligus Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. "Belum ada aspek pidana seperti sekarang ini," katanya.
Yusuf menjelaskan, kewenangan PPATK tak lebih dari akses terhadap transaksi keuangan Nurhadi. "Saya katakan kami masih menunggu permintaan dari KPK, konteksnya apa biar nanti bisa ditelusuri," kata dia.
KPK telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi mencegah Nurhadi bepergian ke luar negeri. "Pasti ada indikasi kuat, berdasarkan keterangan dari dua orang yang sudah ditangkap kemarin (Rabu)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya, Kamis, 21 April 2016.
Rabu lalu, KPK menangkap Edy dan pengusaha yang diduga sebagai perantara suap, Doddy Arianto Supeno. Keduanya ditangkap setelah bertransaksi di lantai dasar sebuah hotel di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Dari tangan Edy, KPK menyita bukti uang senilai Rp 50 juta yang diletakkan dalam tas bermotif batik.
Transaksi itu berkaitan dengan pengajuan peninjauan kembali perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang melibatkan dua perusahaan besar yang masih dirahasiakan KPK. Dari keterangan keduanya dan pendalaman kasus, KPK menduga Nurhadi terlibat dalam kasus ini.
GHOIDA RAHMAH | MAYA AYU