TEMPO.CO, Klaten - Dua perempuan penambang pasir di lereng Gunung Merapi wilayah Kabupaten Klaten, Sarjiyem, 30 tahun, dan Legiyem, 32 tahun, tewas tertimbun longsor pada Selasa pagi, 26 April 2016. Dua penambang tradisional asal Dukuh Tawang, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang, itu masih dalam satu ikatan keluarga.
"Mereka menambang di tebing sungai Tawang Kulon dengan ketinggian sekitar lima meter," kata Kepala Desa Sidorejo, Jemakir, saat ditemui Tempo di sela prosesi pemakaman kedua korban. Jumaker menduga longsor terjadi karena tebing yang ditambang menggunakan cangkul dan linggis itu tidak kuat menahan batu besar di atasnya.
Saat peristiwa nahas itu terjadi, Jemakir mengatakan, Sarjiyem dan Legiyem menambang pasir bersama Narso, 58 tahun. Lelaki paruh baya itu adalah ayah Legiyem sekaligus mertua Sarjiyem. Beruntung Narso sempat menjauh dari cekungan tebing yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahnya itu saat longsor terjadi.
Jemakir menambahkan, tiga anggota keluarga itu rutin menambang pasir sejak sekitar dua tahun lalu. Tiap tiga hari sekali, mereka bisa mengumpulkan pasir sebanyak satu rit (satu bak truk) seharga Rp 650.000. "Di pasaran, harga pasir lereng Merapi bisa mencapai Rp 1,2 juta," kata Jemakir.
Menurut Darto, tetangga Narso, tiga anggota keluarga itu rutin menambang pasir tiap pagi hingga sekitar pukul 12.00. Sekitar pukul 08.00, Darto mengatakan, Narso berteriak minta tolong. Dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk mengevakuasi jenazah Sarjiyem dan Legiyem. "Kedua korban masing-masing punya dua anak yang masih kecil," kata Darto.
DINDA LEO LISTY