TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Hadar Nafis Gumay, mengatakan peserta pemilihan kepala daerah yang merupakan calon inkumben tak seharusnya mundur dari jabatan saat mencalonkan diri kembali. "Kalau diwajibkan mundur, malah jadi tak standar aturannya. Petahana (inkumben) punya hak (ikut pilkada tanpa melepas jabatan). Tapi kalau di negara ini dipermasalahkan, apa boleh buat," katanya di gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 26 April 2016.
Untuk keseimbangan, kata Hadar, yang seharusnya diperhatikan adalah aturan batasan bagi calon inkumben. Pemberhentian jabatan, kata dia, tepat bila calon berpolitik ke daerah lain, di luar daerah tempat dia menjabat. "Kalau seorang inkumben suatu daerah ini mengurus pencalonannya di daerah lain, itu yang sulit," tuturnya. "Nanti siapa yang pimpin daerah tempat dia menjabat?"
Hadar mengatakan pembahasan aturan yang harus dipatuhi dalam pilkada lebih penting. Satu di antara aturan itu terkait dengan batasan bagi calon inkumben. "Oke, dibatasi. Misalnya tak berkampanye dengan fasilitas kepala daerah. Lalu tak boleh buat iklan yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sebagainya. Ini kami awasi penegakan hukumnya," ujarnya.
Meskipun begitu, Hadar mengatakan, KPU akan mengikuti perubahan peraturan yang mungkin dibuat Dewan Perwakilan Rakyat. "Ya, sebagai penyelenggara negara, kami ikut saja kalau aturan itu diubah."
Hadar, mewakili KPU, berharap tak ada aturan-aturan dadakan yang bisa mengganggu proses pilkada yang mulai berjalan. "Sulit kalau kita sudah jalan, tahu-tahu ada perubahan, nanti ada saja pihak yang dirugikan," ucapnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya mendukung usulan DPR agar calon inkumben pilkada mundur dari jabatannya, bukan sekadar cuti saat kampanye. Usulan itu, menurut dia, didasari aspek keadilan. "Saya kira harus adil. Kalau TNI, Polri, dan DPR serta DPRD harus berhenti, petahana juga harus berhenti," ujarnya di Jakarta, Jumat, 22 April 2016.
Usulan tersebut nyatanya masih alot dibahas dan akan masuk pembahasan revisi Undang-Undang Pilkada oleh Komisi Dalam Negeri DPR.
YOHANES PASKALIS