TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memeriksa saksi-saksi di Ambon, Maluku Utara, atas dugaan suap pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. "Hari ini mereka (penyidik) lanjut memeriksa saksi-saksi," kata Kepala Pemberitaan dan Informasi Komisi Pemberantasan Korupsi Priharsa Nugraha saat dihubungi, Selasa, 26 April 2016.
Kata Priharsa, hingga saat ini belum ada penetapan tersangka baru dalam penggeledahan di Balai Pelaksana Jalan Nasional IX, yang terletak di Jalan M. Putuhena Wailela, Ambon, Maluku Utara, Senin, 25 April 2016. "Saya belum dapat info dari penyidik di sana," ujarnya. Dia juga tak merinci siapa saja saksi yang diperiksa dalam kasus ini.
Priharsa mengatakan penggeledahan tersebut berkaitan dengan anggota Komisi V DPR, Budi Suprianto, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek Kementerian PUPR. Anggota Fraksi Golkar itu diduga menerima hadiah atau janji dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir untuk proyek jalan di Ambon.
Atas perbuatannya, Budi diancam dengan Pasal 12-a/b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Abdul Khoir telah didakwa memberikan suap Rp 3,28 miliar kepada anggota Komisi V, Damayanti Wisnu Putranti, guna memuluskan proyek Kementerian Pekerjaan Umum. "Terdakwa setuju mengerjakan proyek tersebut dan akan memberikan bayaran kepada Damayanti sebesar 8 persen dari nilai proyek, yaitu Rp 3,28 miliar," ujar jaksa penuntut umum (JPU) Kristanti Yuni Purnawanti dalam sidang dakwaan Abdul Khoir di ruang Kartika 1 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin, 4 April 2016. .
Dalam surat dakwaan disebutkan Abdul Khoir beberapa kali bertemu dengan Damayanti bersama dengan Julia Prasetyarini dan Dessy Ariyati Edwin serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary. Pertemuan itu diduga untuk proyek program aspirasi Damayanti. Program tersebut adalah pelebaran jalan Tehoru-Laimu senilai Rp 41 miliar.
ARIEF HIDAYAT