TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pejabat polisi dan tentara aktif diwajibkan mundur dari jabatan saat mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Sebelumnya sempat muncul usulan bahwa anggota Polri dan TNI berhak menjadi peserta tanpa harus mengundurkan diri, dan hanya perlu cuti.
"Kan itu sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi itu. Konteks mundurnya mereka saat sudah penetapan pasangan calon," ujar Ferry di gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 26 April 2016.
Menurut Ferry, syarat tersebut sudah setara dengan syarat peserta pilkada yang merupakan anggota DPR, DPRD, juga DPD.
"Saya pikir itu equal. Aturannya sudah jelas, lagi pula hal (usulan terkait peserta pilkada dari kalangan TNI dan Polri) itu sudah pernah ada dulu," katanya.
Pemerintah dan DPR dianggap pantas menolak usulan tersebut karena bertentangan dengan Undang-Undang tentang TNI maupun Undang-Undang tentang Kepolisian RI.
"Wajar ditentang, revisi (aturan) ini bertentangan dengan Undang-Undang TNI dan Polri sendiri," kata peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, pada Sabtu lalu.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemerintahan DPR Lukman Edy sempat menyatakan tentara, polisi, pegawai negeri sipil, maupun pejabat negara lain tak perlu mundur dari jabatan saat mencalonkan diri di pilkada. "Semua berhak menjadi kepala daerah,” kata politikus dari PKB itu. Ketentuan itu, menurut dia, membuka peluang sumber daya manusia dalam pencalonan.
Sejumlah pasal undang-undang TNI maupun Polri, melarang anggotanya berpolitik. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI mengatur larangan prajurit terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Undang-Undang Polri Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia mengharuskan polisi netral dalam kehidupan politik dan tak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
YOHANES PASKALIS