TEMPO.CO, Malang - Bekas Panglima Komando Jihad Maluku, Jumu Tuani, menilai kelompok Santoso tak memiliki kemampuan survival atau bertahan diri di hutan. Mereka tak pernah berlatih serius bertahan hidup di hutan dengan tanaman dan tumbuhan yang ada di hutan. "Santoso bisa mati kelaparan," katanya di Malang, Senin, 25 April 2016.
Menurut Jumu, Santoso selama ini mengandalkan pasokan logistik dari anak buahnya. Jika pasokan makanan terputus, Santoso akan kesulitan bergerak dan bertahan di dalam hutan. Sedangkan mereka tak terlatih untuk memanfaatkan tanaman di hutan. "Banyak pisang hutan. Batangnya enak," ujarnya.
Lokasi persembunyian Santoso memiliki medan yang sulit. TNI bakal kesulitan dan kewalahan jika menggerebek di hutan. Posisi Santoso yang telah terkepung akan menyulitkannya bergerak. "Santoso ini tak pernah di-tarbiyah, disiapkan secara instan untuk melakukan teror," Jumu berujar.
Baca Juga: Baku Tembak Satgas Vs Kelompok Santoso: Satu Tewas, 4 Kabur
Kini, diperkirakan anak buah Santoso tersisa 27 orang, satu di antaranya tertembak dalam kontak senjata. Sedangkan kelompoknya telah terpecah menjadi tiga. Anak buah Santoso mulai bimbang dengan aksi teror yang dilakukan. "Posisinya di mana? Walau saya tahu, tak saya sampaikan. Rahasia negara, itu kewenangan polisi dan tentara," kata Jumu.
Baca Juga:
Jumu menambahkan, posisi Santoso sudah terdeteksi. Tak lama lagi diperkirakan bakal tertangkap. Santoso disarankan menyerah dan memperdalam ilmu agama. Lantaran selama ini Jumu menilai keyakinan Santoso soal teror yang diyakini sebagai jihad adalah salah.
Kelompok Santoso di Poso tergabung dalam N11 yang telah baiat kepada ISIS. Mereka menghalalkan segala cara untuk berusaha mendirikan negara Islam, seperti membunuh warga sipil, termasuk tentara dan polisi.
EKO WIDIANTO