TEMPO.CO, Singapura - Tersangka kasus korupsi dana hibah Kamar Dagang Jawa Timur, La Nyalla Mahmud Mattaliti, belum mengajukan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) ke Kedutaan Besar RI di Singapura. Padahal La Nyalla hanya memiliki sisa waktu tiga hari tinggal di Negeri Singa tersebut setelah Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencabut paspornya.
“Enggak, dia (La Nyalla) belum datang ke KBRI,” kata Dwi kepada Tempo saat dihubungi, Senin, 25 April 2016.
Saat ini, La Nyalla terkunci di Singapura dalam upaya melarikan diri sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Ia hanya bisa kembali ke Indonesia untuk proses pemulihan paspor dengan mengurus SPLP.
Menurut Dwi, KBRI akan menetapkan prosedur normal seandainya La Nyalla mengurus pengajuan SPLP. KBRI memastikan SPLP La Nyalla akan siap dalam kurun dua hari sejak pengajuan dan pengisian formuli.
SPLP adalah sebuah surat seperti paspor yang hanya bisa berlaku sekali, yaitu untuk perjalanan dari luar negeri kembali ke Indonesia. Surat ini ditujukan bagi mereka yang kehilangan paspornya ataupun dicabut paspornya oleh pemerintah.
“Ada yang minta SPLP, kami cek dulu, ini kenapa. Apakah benar hilang (paspornya)? Kami enggak bisa percaya begitu saja,” kata Dwi.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Effendi Peranginangin menyatakan, meski Direktorat Jenderal Imigrasi telah mencabut paspor Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti, yang bersangkutan tetap bisa kembali ke Indonesia dengan berbekal Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).
Pencabutan paspor tersebut menyusul adanya surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk La Nyalla setelah sebelumnya dia memenangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Surabaya. Pencabutan paspor La Nyalla terkait dengan dugaan korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur.
DIKO OKTARA