TEMPO.CO, Lumajang - Dua terdakwa anak mulai menjalani persidangan dalam penganiayaan dan pengeroyokan Salim Kancil dan Tosan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Tosan berharap kedua anak Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang didakwa mengeroyok dan menganiaya itu menjadi anak-anak yang terbina. “Mereka tidak hanya sekadar ikut-ikutan dalam kasus pengeroyokan dan penganiayaan itu,” kata Tosan di sela acara penghijauan di Perkebunan Teh Kertowono, PTPN XII, Ahad siang, 24 April 2016.
Salim dan Tosan adalah warga Desa Selok Awar-awar yang menjadi korban penganiayaan lantaran menolak tambang pasir di Pantai Watu Pecak. Salim ditemukan tewas di jalan dekat makam desa setelah sebelumnya dianiaya di Balai Desa Selok Awar-awar. Sedangkan Tosan mengalami luka serius dan dioperasi di RS Saiful Anwar Kota Malang.
Tosan menilai kedua anak itu lebih berbahaya dibandingkan laki-laki dewasa lain yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini karena terdakwa dewasa bisa berpikir. "Ibarat orang mabuk, kalau tidak dibina, anak-anak ini bisa mengajak atau ditiru anak-anak lainnya."
Seperti diberitakan, dua terdakwa anak itu mulai disidangkan pada Kamis, 21 April 2016. Sidang yang dilakukan secara maraton itu tertutup untuk umum. Jaksa penuntut umum Dody Gazali mengatakan mereka sudah bisa dituntut dan divonis sepekan mendatang.
Puluhan orang menjadi terdakwa dalam perkara ini, termasuk Kepala Desa Hariyono yang disangka otak penganiayaan terhadap dua warganya tersebut. Hariyono juga menjadi terdakwa dalam pidana khusus, yakni penambangan ilegal di Pantai Watu Pecak serta Tindak Pidana Pencucian Uang.
DAVID PRIYASIDHARTA