TEMPO.CO, Jakarta - Seorang fotografer harian lokal di Jawa Barat Bambang Prasetyo mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari anggota Brigade Mobil Polda Jawa Barat saat meliput kerusuhan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy, Kota Bandung, Sabtu, 23 April 2016. Bambang dipaksa untuk mengahapus foto-foto yang berhasil ia abadikan saat momen kerusuhan terjadi.
Bambang menceritakan kejadian tersebut terjadi saat dirinya dan sejumlah wartawan lain meliput kerusuhan LP Banceuy, Sabtu pagi, 23 April 2016. Saat itu Bambang berada tepat di tengah keributan antara petugas polisi dan napi yang mengamuk. Melihat kondisi tersebut, ia langsung membidikkan kamera ke arah keributan.
"Waktu itu kondisi chaos, napi melempari batu dan kebakaran masih berlangsung. Saya langsung membidik bagaiamana Brimob menyeret napi," ujar Bambang saat dihubungi Tempo, Minggu 24 April 2016.
Setelah memotret beberapa kejadian, ia mengaku langsung diteriaki oleh seorang yang diduga sebagai komandan pasukan. Komandan tersebut meneriaki para anggotanya untuk menahan Bambang. Setelah itu sebanyak lima anggota Brimob mengerubutinya dan memaksa mengambil kamera Bambang.
"Saya sempet mempertahankan. Tapi saya malah diancam. Daripada foto saya dihapus semua, saya berikan kamera," ujar dia.
Ia pun mengatakan, ia mengerti dengan kondisi saat itu yang mengharuskan polisi bersikap menyerang. Karena saat itu ratusan napi sudah tidak terkendali. Namun, yang ia sayangkan adalah sikap polisi yang mengancam dirinya setelah memotret momen tersebut.
"Dia bilang kalau foto itu terbit di media massa saya akan cari kamu," ujar Bambang menirukan polisi yang mengancamnya itu. Ia pun mengatakan, polisi tersebut sempat memotret kartu pers miliknya menggunakan telepon genggam.
Atas kejadian tersebut, Aliansi Jurnalis Independen Bandung mengutuk keras sikap polisi yang telah mengintimidasi wartawan saat melakukan kerja jurnalistik.
Ketua AJI Bandung Adi Marsiela mengatakan, hal yang diterima oleh Bambang adalah sebuah intimidasi. Ia pun sangat menyangkan masih ada aparat penegak hukum yang tidak mengerti tugas seorang jurnalis saat di lapangan.
"Kami mengecam tindakan intimidatif karena bakal menjadi preseden buruk bagi penjaminan kebebasan berekspresi. Yang paling dirugikan dari intimidasi-intimidasi seperti ini adalah masyarakat karena mereka berhak atas informasi yang akurat dan terverifikasi dari para jurnalis di lapangan," ujar Adi melalui siaran pers yang diterima Tempo.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Sulistio Pudjo mengatakan, sikap yang dilakukan oleh anggota Brimob tersebut memang tidak boleh dilakukan. Namun, ia berdalih hal tersebut dilakukan semata-mata untuk menjaga keselamatan anggota dan wartawan. "Kasus kerusuhan lapas dalam sejarah di dunia sering mengakibatkan kematian seperti petugas lapas, petugas polisi atau napi sendiri. Tapi tetap intimidasi tidak boleh," ujarnya.
Ia mengatakan, seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi. Pihaknya pun akan segera bertemu dengan Bambang untuk melakukan audiensi terkait permasalahan ini. "Nanti Senin kita ketemu," ujarnya.
IQBAL T. LAZUARDI S