TEMPO.CO, Jakarta - Kusmiarto, 38 tahun, pengurus jenazah atau modin di Desa Karanglo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur mengatakan, kematian 28 warganya dalam keadaan wajar. Mereka meninggal karena berusia lanjut dan karena beberapa penyakitnya. "Mati wajar, ya," ujar Kusmiarto, Tempo, Kamis, 21 April 2016.
Menurut Kusmiarto, ke-28 warga DesaKaranglo itu meninggal dalam kurun waktu 90 hari terhitung sejak awal Januari hingga akhir Maret 2016. Jumlah itu sesuai data di buku kematian Kantor Desa Karanglo. Seluruh warga yang meninggal itu, semuanya diketahui dan diurus oleh Kusmiarto.
Misalnya, Kusmiarto ikut membantu memandikan jenasah--terutama jenazah pria--, mengkafani hingga menguburkan mereka di pemakaman. Peran itu dijalankan Kusmiarto lantaran posisinya di dalam struktur pemerintahan Desa Karanglo, yaitu modin atau petugas kesejahteraan rakyat di pedesaan.
Saat tim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia turun di lokasi, dirinya ikut langsung mendampingi selama empat hari dari Senin 11 hingga 14 April 2016. Selama berada di Desa Karanglo, Kusmiarto langsung mendampingi tim Komnas HAM mendatangi rumah keluarga warganya yang meninggal itu.
BACA: Komnas HAM Datangi Desa yang Puluhan Warganya Meninggal
Sedangkan materi pertanyaannya, mulai dari penyakit mendiang, keluhan, dan juga usia. Tim Komisi mendatangi satu-persatu keluarga yang meninggal. Sedangkan jumlah warga yang meninggal, sesuai data kematian di desa, yaitu 28 orang selama 90 hari. Dan bukannya 61 orang selama 45 hari.
Data tersebut, menurut Kusmiarto, sesuai dengan jumlah yang diberikan kepada Tim Komnas HAM dan juga diberikan ke Pemerintah Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Untuk data ini, pihak pengurus Desa Karanglo, juga membubuhkan tanda tangan. “Rujukannya, dari data kematian warga di desa,” ucapnya.
Soal penyebab kematian warga pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban menyatakan, karena beberapa penyakit. Karena faktor usia rata-rata di atas 65 tahun, sakit hipertensi, stroke, ginjal dan lainnya. Untuk sakit paru-paru hanya dua orang. Data penyebab kematian ini sesuai keterangan keluarga dan dari Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Kerek, Tuban.
Tim Komnas dan pendamping ikut membubuhkan tanda tangan. Mulai dari kepala desa, Dinas Kesehatan yang lantas dokumennya dibawa ke Komnas HAM di Jakarta dan arsipnya disimpan di Tuban. "Kami tanda tangan itu," ujar Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Tuban, Syaiful Hadi kepada Tempo, Rabu 20 April 2016.
Menurut Syaiful, Tim Komnas HAM turun dengan empat orang dari Senin 11 hingga Kamis 14 April 2016. Ada pendamping dari Dinas Kesehatan, Perangkat Desa Karanglo, dan Kecamatan Kerek. Juga tenaga ahli dari Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Penyakit Menular (BBTKLPM) Surabaya.
Tim dari BBTKLPM ini datang ke Desa Karanglo, guna mengukur suhu udara, kelembaban, dan juga kualitas lingkungan di sekitar pedesaan. Hasil penelitian yang diduga terkait dengan kandungan udara di desa areal Ring Satu PT Pabrik Semen Indonesia itu, baru selesai pada 1,5 bulan mendatang.
Sekretaris PT Semen Indonesia Agung Wiharto mengatakan, lokasi pabrik semen di Tuban berjarak sekitar dua kilometer dari Desa Karanglo. Selain itu, di desa dengan 23 dusun ini juga terdapat penambangan batu kapur untuk bahan baku semen. "Desa Karanglo, masuk daerah ring satu kita," ujarnya kepada Tempo.
Dia mengatakan untuk memastikan lingkungan sekitar pabrik aman dari polusi udara pihaknya juga memeriksa kesehatan ke masyarakat, dua hingga tiga kali dalam satu tahun langsung ke masyarakat. Pabrik Semen Tuban juga punya alat bernama electrostatic precipitator dari Jerman, yang berfungsi menangkap debu.
Di areal pabrik juga dilengkapi dengan bag hous filter, alat yang berfungsi menahan debu tidak keluar. Yang juga penting, tiap tiga bulan sekali, datang lembaga independent yang mengawasi kwalitas udara di areal pabrik. "Pengawasan kwalitas udara rutin di pabrik kami,” ucapnya.
Agung mencontohkan, kualitas udara di lingkungan Pabrik Semen Tuban, kadarnya di bawah 50 miligram normal permeter kubik. Ukuran itu masih jauh dari ambang batas yang ditetapkan Pemerintah yaitu 80 miligram normal permeter kubik. "Prinsipnya, kami terbuka untuk dicek kualitas lingkungan."
BACA: Dalam 45 Hari, 61 Warga di Desa Ini Meninggal
Sebelumnya, Kepala Desa Karanglo Sunandar mengatakan 61 warganya meninggal dalam kurun 45 hari dari pertengahan Februari hingga 1 April 2016 ini. Dari 61 warga yang meninggal sebagian besar karena sakit paru-paru, yaitu 80 persen sakit paru-paru, sisanya 20 persen karena stroke, kecelakaan lalu lintas, dan karena tua.
Menurut Kusnandar, rata-rata usia yang warganya yang sakit paru-paru antara 35 hingga 60 tahun. Sedangkan sisa warga yang meninggal karena stroke dan tua berusia di atas usia 60 tahun. “Ya, sebagian besar, karena sakit paru-paru,” ujar Kepala Desa Karanglo, Sunandar, kepada Tempo, Jumat, 1 April 2016.
Sunandar ketika itu masih kebingungan dengan penyebab penyakit yang menimpa warganya. Apalagi, mereka yang meninggal sebagian besar terjangkit penyakit paru-paru. Makanya dari kejadian ini, pihaknya akan terus meminta bantuan tenaga kesehatan secara intensif untuk mengobati dan memeriksa warganya.
Dia menyebut lingkungan Desa Karanglo kerap banyak debu. Terutama musim kemarau efek pengerukan tanah kars yang beterbangan ke rumah penduduk. Itu terlihat di saat hujan tidak turun lama, genteng rumah penduduk banyak ditempeli debu. “Tapi, soal penyebabnya, tentu orang medis yang tahu,” kata Sunandar.
Tak jauh dari Karanglo, terdapat area tambang untuk bahan baku semen yang berjarak sekitar 500 meter dari perumahan penduduk. Sunandar mengakui selama setahun ada program bantuan kesehatan dari pengelola industri semen yang beroperasi di Kerek. Seperti bantuan pengecekan kesehatan dan vitamin.
SUJATMIKO
BACA JUGA
Penganiayaan Tamara Blezynski Ternyata Sandiwara? Ini Langkah Polisi
Kate Kate Middleton-Pangeran William Berpose Canggung: Ada Apa?