TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah terbuka terhadap informasi apa pun terkait dengan tragedi pembunuhan massal pada 1965. Namun dia ingin informasi yang masuk bisa dipertanggungjawabkan.
"Kalau ada yang bisa membuktikan angka jumlah korban atau di mana ada kuburan massal (korban 1965), kami terbuka," ujar Luhut di gedung Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta Pusat, Kamis, 21 April 2016.
Menurut Luhut, Simposium Nasional Tragedi 1965 yang diadakan pada 18-19 April 2016 bertujuan memberi ruang bagi semua pihak untuk berbicara serta mengemukakan pendapat dan fakta. "Kami belum ada bukti jelasnya. Ada yang bilang jumlah korban yang meninggal sampai 400 ribu, itu tidak mungkin. Lalu berkurang jadi 80 ribu, itu juga melebih-lebihkan," tuturnya.
Luhut menuturkan Presiden Joko Widodo menjamin pemerintah bersikap terbuka dalam pengungkapan jumlah korban. Luhut bercerita, ia pernah dicecar wartawan asing yang mengaku mendapat informasi soal jumlah korban 1965. "Saat simposium itu, mereka bilang dapat informasi. Setelah saya tanya lagi, ternyata info dari YouTube, dari film dokumenter pula," ucapnya.
Luhut mempersilakan media asing terlibat dalam mengungkap jumlah korban, dengan catatan, mereka datang untuk memberi informasi, bukan mencari kesalahan pemerintah Indonesia. "Kalau (mereka) kasih bukti, saya janji akan tindaklanjuti. Katakan ke mana kami harus pergi untuk follow up masalah ini. Jangan datang untuk affair-finding," ujarnya.
Sebelumnya, Luhut mengatakan pemerintah berjanji akan menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia masa lalu, khususnya dalam tragedi 1965, dengan jalan rekonsiliasi. "Akan kami selesaikan secepatnya," ujarnya di Ternate, Maluku Utara, Senin, 18 April 2016.
Luhut menuturkan jalan rekonsiliasi diambil karena belum ada bukti-bukti yang cukup. Berkas Komnas HAM terkait dengan peristiwa 1965 itu, ujar Luhut, sudah rampung diperiksa Jaksa Agung. Namun bukti masih tak cukup. "Saya sudah tanya ke Komnas HAM, siapa yang kena? Siapa yang melapor? Bagaimana kejadiannya? Tak ada jawabannya," katanya.
YOHANES PASKALIS