TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar sepuluh anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa, 19 April 2016 siang, bertemu petinggi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka membahas persoalan posisi Rumah Sakit Sumber Waras dalam konteks audit investigasi. Dari hasil pertemuan selama tiga jam ini, mereka mengaku mengetahui kerugian negara mencapai Rp 173 miliar, bukan Rp 191 miliar seperti temuan sebelumnya.
Anggota Komisi Hukum Benny Kabur Harman menuturkan, dari hasil audit investigasi BPK, ditemukan sejumlah masalah kasus Sumber Waras di antaranya kerugian uang negara Rp 173 miliar. Beberapa kali indikasi kerugian negara disebutkan mencapai Rp 191 miliar.
"Semula itu temuan BPK DKI, tapi setelah audit investigasi, hasil finalnya Rp 173 miliar," kata Benny di Kantor BPK, Jakarta, Selasa, 19 April 2016. (Baca: KPK Didesak Tingkatkan Status Sumber Waras)
BPK mengaudit dua kali Sumber Waras. Pertama, audit rutin berupa Laporan Hasil Pemeriksaan 2014. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan, ditemukan transaksi mencurigakan Rp 755 miliar. Berdasarkan hasil audit investigasi atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ditemukan kerugian Rp 191 miliar.
Wakil Ketua Komisi Hukum Desmond Junaidi Mahesa mengatakan akan memanggil pimpinan KPK sebelumnya, Taufiequrachman Ruki. Pemanggilan Ruki atas dasar audit investigasi yang diserahkan kepada KPK. Meski akan memanggil Ruki, Komisi Hukum sampai kini belum perlu meminta keterangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Berkali-kali Ahok menegaskan tidak ada kesalahan dalam pembelian lahan Sumber Waras. Ia bahkan menuding hasil audit BPK ngaco.
Benny menambahkan, Komisinya percaya BPK telah mengaudit secara profesional. Audit investigasi bukan inisiatif BPK, melainkan permintaan KPK. "Jelas kami percaya, lembaga satu-satunya yang bisa mengaudit keuangan adalah BPK. Kalau tidak, kita tidak percaya semua," dia menuturkan.
Baca: KPK Periksa Ketua Yayasan Sumber Waras
AHMAD FAIZ