TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Pengarah Simposium Membedah Tragedi 1965 Agus Widjojo mengatakan panitia siap jika rekomendasi di pengujung acara tidak memuaskan sejumlah korban. Apalagi, kata Agus, mengingat mereka condong merekomendasikan rekonsiliasi dibanding penyelesaian secara yuridis.
"Wajar kalau enggak ada yang puas. Acara ini juga bukan barang pemuas," ujar Agus saat dicegat awak media di tengah jeda simposium, Selasa, 19 April 2016.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, panitia simposium lebih memilih merekomendasikan rekonsiliasi diikuti pengungkapan kebenaran dibanding penyelesaian secara yuridis. Alasannya, selain lebih komprehensif, karena sulit untuk mencari pelaku atau bukti terkait tragedi 1965.
Selama ini, wacana rekonsiliasi yang sudah lama diajukan pemerintah itu ditolak berbagai pihak atau aktivis HAM. Rekonsiliasi dianggap sebagai upaya cuci tangan pemerintah saja. Selain itu, rekonsiliasi dianggap tidak menjawab ketidakadilan yang diterima para korban.
Agus menjelaskan, apa pun rekomendasi yang diambil nanti, akan lebih dari sekadar rekomendasi. Di satu sisi juga menjadi pembelajaran. Dengan kata lain, jika apa yang direkomendasikan terbukti tidak bisa diterapkan, hal itu menjadi masukan untuk solusi atau rekomendasi berikutnya.
Menurut Agus, lebih baik mencoba memberi rekomendasi yang tidak populer dibanding tidak mengambil langkah atau solusi sama sekali. Hal ini mengingat, selama 50 tahun terakhir, kata dia, tak ada satu pun solusi yang berhasil dijalankan untuk menyelesaikan perkara 1965.
Lebih jauh, Agus mengungkapkan, setelah 50 tahun tanpa solusi, lebih baik ketika ada rekomendasi seperti saat ini. "Ini sudah 50 tahun, lho (tanpa solusi). Lebih baik belajar dari pengalaman (kalau salah). Nanti pemerintah yang memutuskan," tuturnya.
ISTMAN MP