Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Simposium Tragedi 1965, Pengamat: Tidak Ada Solusi Tunggal  

image-gnews
Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, berbicara dalam acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, 18 April 2016. Simposium ini diadakan guna menemukan penyelesaian masalah Tragedi 1965. TEMPO/Aditia Noviansyah
Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, berbicara dalam acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, 18 April 2016. Simposium ini diadakan guna menemukan penyelesaian masalah Tragedi 1965. TEMPO/Aditia Noviansyah
Iklan

TEMPO.COJakarta - Koordinator Koalisi Keadilan untuk Pengungkapan Kebenaran, Kumala Candrakirana, beranggapan tak ada jalan tunggal untuk menyelesaikan kasus tragedi kemanusiaan 1965. Sebab, kata dia, pelanggaran yang terjadi pada saat itu beragam bentuk.

"Ada pembasmian, perampasan, penyeragaman paham, kekerasan antarwarga, kekerasan terhadap perempuan, dan masih banyak lagi," ujar Kumala dalam acara “Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965” di Jakarta, Selasa, 19 April 2016.

Menurut Kumala, upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa 1965 harus mengandung sedikitnya enam unsur atau yang dia sebut sebagai “satya pilar”. Salah satunya integritas penegak hukum. "Penegakan hukum di Indonesia cenderung masih mudah diintervensi dan tak adil," ujarnya.

Unsur lainnya adalah rekonsiliasi, yakni negara mengakui terlibat dalam tragedi 1965 dan mengungkapkan kebenaran seluruhnya. Korban, menurut Kumala, berhak atas permintaan maaf dan penjelasan dari pihak pemerintah.

Unsur ketiga adalah pemulihan korban, yaitu memulihkan martabat korban tragedi 1965 yang kerap diasingkan oleh masyarakat dan memastikan mereka memperoleh bantuan pendidikan dan ekonomi yang setara. "Pengakuan menjadi unsur yang keempat. Selama ini, pengakuan dari negara sangat kurang terhadap korban," ucap Kumala.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terakhir, unsur kelima dan keenam, adalah partisipasi korban dan pembaruan kebijakan. Kumala menganggap korban tak bisa dipisahkan dari upaya penyelesaian perkara 1965 karena sedikit banyak mereka tahu kebenaran dari perkara itu. "Ini unsur paling penting menurut saya."

Adapun pembaruan kebijakan, ujar Kumala, diperlukan agar upaya-upaya penyelesaian yang dilakukan memiliki kekuatan hukum. Dengan begitu, upaya hukum itu juga bisa menyeluruh dan berlaku nasional. "Rekomendasi saya, gunakan satya pilar ini. Bentuk komite ad hoc di bawah Presiden untuk penyelesaiannya dan beri jaminan keamanan bagi pembuka dialog," ujar Kumala.

ISTMAN M.P.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Anies Baswedan di Ijtima Ulama Sebut Tak Kompromi dengan Komunisme

18 November 2023

Calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan memberikan sambutan saat deklarasi relawan Garda Matahari di Jakarta, Jumat 17 November 2023. Relawan Garda Matahari mendeklarasikan dukungan terhadap calon presiden dan wakil presiden dari koalisi perubahan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar pada Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Anies Baswedan di Ijtima Ulama Sebut Tak Kompromi dengan Komunisme

Anies Baswedan mengatakan, pihaknya memahami betul bahwa Indonesia adalah sebuah negeri yang berdasar Pancasila.


Situasi Politik Jakarta Menjelang Peristiwa G30S 1965, PKI dan TNI Bersitegang Soal Angkatan Kelima

28 September 2023

Patung 7 pahlawan di Monumen Lubang Buaya. Shutterstock
Situasi Politik Jakarta Menjelang Peristiwa G30S 1965, PKI dan TNI Bersitegang Soal Angkatan Kelima

Menjelang meletusnya G30S 1965, situasi politik sangat tegang. PKI dan TNI bersitegang soal angkatan kelima.


Hari Ini 205 Tahun Kelahiran Karl Marx, Jejak Filsuf yang Bolak-balik Dideportasi

5 Mei 2023

Monumen Karl Marx di London, Inggris Dirusak. [SKY NEWS]
Hari Ini 205 Tahun Kelahiran Karl Marx, Jejak Filsuf yang Bolak-balik Dideportasi

Pemikiran Karl Marx dituangkan pada sejumlah buku, dua di antaranya adalah Das Kapital dan Communist Manifesto.


Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Pemikirannya Diserap Sukarno - Hatta

26 Februari 2023

Tan Malaka. ANTARA/Arief Priyono
Mengenang Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia Pemikirannya Diserap Sukarno - Hatta

Tan Malaka salah satu pahlawan nasional, dengan banyak nama. Pemikirannya tentang konsep bangsa Indonesia diserap Sukarno - Hatta.


Anwar Ibrahim Jamin Tak Akui LGBT, Sekularisme, Komunisme di Pemerintahannya

7 Januari 2023

Perdana Menteri baru Malaysia Anwar Ibrahim melambai kepada fotografer saat ia tiba di Istana Nasional di Kuala Lumpur, Malaysia, 24 November 2022. Anwar resmi dilantik sebagai perdana menteri ke-10 Malaysia. Fazry Ismail/Pool via REUTERS
Anwar Ibrahim Jamin Tak Akui LGBT, Sekularisme, Komunisme di Pemerintahannya

PM Malaysia Anwar Ibrahim menegaskan tak akan menerima LGBT, sekularisme, dan komunisme di pemerintahannya. Ia mengatakan telah difitnah.


Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat

29 November 2022

Polisi membubarkan aktivis yang membentangkan spanduk saat aksi jalan pagi bersama tolak RKUHP dalam Car Free Day di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu, 27 Noveber 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Pemerintah Sebut Pasal 188 RKUHP Tak Akan Cederai Kebebasan Berpendapat

Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengatakan pasal 188 tidak akan mencederai kebebasan berpikir dan berpendapat.


Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP

29 November 2022

Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Nasdem Taufik Basari ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2019. TEMPO/Putri.
Perlu Tafsir Ketat Soal Larangan Penyebaran Paham yang Bertentangan dengan Pancasila di RKUHP

Anggota DPR Komisi Hukum Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, menilai perlu ada tafsir ketat terhadap pasal 188 RKUHP.


5 Situasi Menjelang G30S, Pertentangan TNI dan PKI Makin Memanas

26 September 2022

Diorama penyiksaan Pahlawan Revolusi oleh anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) di Kompleks Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, 29 September 2015. ANTARA FOTO
5 Situasi Menjelang G30S, Pertentangan TNI dan PKI Makin Memanas

G30S menjadi salah satu peristiwa kelam perjalanan bangsa ini. Berikut situasi-situasi menjadi penyebab peristiwa itu, termasuk dampak setelah G30S.


Draf RKUHP: Ingin Ganti atau Tiadakan Pancasila Diancam 5 Tahun Penjara

11 Juli 2022

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (kanan) dan Pangeran Khairul Saleh (kedua kanan) usai menyerahkan draf RKUHP dan RUU tentang Permasyarakatan yang telah disempurnakan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 6 Juli 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Draf RKUHP: Ingin Ganti atau Tiadakan Pancasila Diancam 5 Tahun Penjara

RKUHP juga menyebut penyebaran ideologi komunisme atau marxisme-leninisme juga diancam penjara, kecuali belajar untuk kepentingan ilmu pengetahuan.


Sejak Kapan Hari Lahir Pancasila Jadi Hari Libur Nasional?

1 Juni 2022

Puluhan warga membawa poster bergambar Pancasila dan Bendera Merah Putih bersiap mengikuti kirab memperingati hari lahirnya Pancasila di Desa Wonorejo, Hargobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta, 1 Juni 2017. Kirab Pancasila dilaksanakan untuk menumbuhkan rasa nasionalsme dan mengajarkan nilai-nilai Pancasila. TEMPO/Pius Erlangga
Sejak Kapan Hari Lahir Pancasila Jadi Hari Libur Nasional?

Pemerintah belakangan menetapkan Hari Lahir Pancasila sebagai hari libur nasional. Sejak kapan hal tersebut berlaku?