TEMPO.CO, Pinrang - Ajun Inspektur Satu Muslimin, anggota Kepolisian Resor Pinrang, Sulawesi Selatan, Senin, 18 April 2016, ditahan di tempatnya bekerja, Markas Polres Pinrang. Penahanannya atas laporan Hasrul Nawir, kontributor sebuah televisi swasta, yang merasa dihina oleh sang polisi. “Kami yang akan meliput berita dicemooh dan dihina dengan kata-kata, 'Pemulung datang lagi di kantor',” kata Hasrul, Senin, 18 April 2016.
Pertemuan mereka berlangsung Jumat pekan lalu. Hasrul dan sejumlah wartawan bermaksud meliput kasus sabu-sabu yang melibatkan Brigadir Supardi, anggota Kepolisian Sektor Baranti, Pinrang, dan Brigadir Adie Candra, personel Polres Mamasa, Sulawesi Barat. Keduanya diduga sebagai bandar sabu-sabu seberat 3,4 kilogram yang diamankan Polres Pinrang.
Saat masih berada di halaman Markas Polres Pinrang, Muslimin yang bertemu dengan para wartawan melontarkan kata-kata yang dinilai menghina itu. “Itu penghinaan. Kami bukan pemulung. Kami mencari berita sebagai informasi yang kami siarkan demi kepentingan publik,” ujar Hasrul.
Hasrul meminta Muslimin dijatuhi sanksi yang setimpal. Sebagai polisi, Muslimin diminta bersikap kooperatif terhadap wartawan. Hasrul pun berharap perilaku buruk Muslimin itu adalah yang terakhir kalinya. “Polisi dan wartawan harus saling menghargai profesi masing-masing,” tuturnya, sembari mengatakan sebutan “pemulung” bagi wartawan bermakna negatif.
Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Polres Pinrang Ajun Komisaris Andi Arnol menjelaskan, penahanan terhadap Muslimin sebagai bentuk hukuman bagi polisi yang melanggar disiplin. “Pelaku mengakui perbuatannya. Dia menyesal dan meminta maaf,” katanya.
Menurut Andi, masih diupayakan mediasi antara Hasrul sebagai pelapor dan Muslimin. Dia menduga perkataan polisi itu sebatas lawakan. "Dia dikenal sosok yang kocak,” ucapnya, sembari berharap masalah itu bisa diselesaikan secara damai.
Ketua Kelompok Kerja LBH Pers Ajatappareng Arifuddin Beddu meminta pimpinan Polres Pinrang menindak tegas Muslimin. Kalaupun terjadi perdamaian, proses hukum harus tetap berlanjut, agar kasus serupa tidak terulang. “Perdamaian hanya antarindividu,” ujarnya, sembari menyatakan kesiapannya mengawal proses hukum kasus itu.
DIDIET HARYADI SYAHRIR