TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah informasi soal autopsi terhadap jenazah terduga teroris Siyono beredar. Salah satunya menyebutkan jenazah Siyono mengeluarkan aroma wangi ketika hendak diautopsi.
Sembilan dokter umum Muhammadiyah dan satu dokter forensik Kepolisian Daerah Jawa Tengah dilibatkan dalam autopsi pada 3 April lalu di kompleks pemakaman Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah itu.
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan cerita di balik autopsi tersebut dalam wawancara khusus dengan Tempo, Kamis pekan lalu. Berikut ini petikan wawancaranya, yang selengkapnya bisa dibaca di Majalah Tempo terbaru, Senin, 18 April 2016.
Benarkah autopsi diprakarsai tim dokter Muhammadiyah?
Soal autopsi, Muhammadiyah punya 10 fakultas kedokteran dan 154 rumah sakit. Selama ini, kalau ada bencana, tim dokter sudah terbiasa bekerja sama untuk fungsi kemanusiaan. Nah, ketika Komnas HAM mengajak untuk melakukan autopsi, kami menyediakan dokter. Jadi bukan Muhammadiyah yang melakukan autopsi, melainkan karena diajak Komnas HAM. Sebagai akuntabilitas, kami juga mengajak dokter forensik dari kepolisian. Itu bagian dari keterbukaan bahwa kami tidak sembunyi-sembunyi melakukannya. Seandainya polisi tidak mendukung, mereka tidak akan menugasi dokter forensiknya itu.
Hasil autopsi menyebutkan penyebab kematian yang berbeda dengan versi polisi. Apa langkah selanjutnya?
Serahkan ke publik. Muhammadiyah prinsipnya berdakwah. Kami melakukan advokasi dan mengumumkan hasilnya itu dalam rangka dakwah. Tergantung kita semua sebagai bangsa mau melangkah seperti apa. Muhammadiyah tidak ingin memaksakan apa pun. Tentu kami mengharapkan perbaikan kerja Densus 88. Saya pikir bangsa ini tumbuh menjadi besar dan kuat karena belajar dari kesalahan. Kita manusia ataupun institusi kalau berbuat salah maunya menutupi, tidak mengakui, ataupun mencari apology. Tapi untuk jangka panjang, semua akan terungkap; yang baik dan yang buruk. Hukum sunatullah itu tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Jadi bangsa yang besar itu adalah bangsa yang belajar dari kesalahannya.
(Polisi menyebut Siyono meninggal karena perdarahan rongga otak akibat perkelahian satu melawan satu dengan anggota Detasemen Khusus Antiteror 88 yang mengawalnya. Sedangkan hasil autopsi penyebab kematian adalah patahnya lima tulang rusuk kiri ke arah dalam sehingga menusuk saraf jantung dan menimbulkan perdarahan. Juga tidak ada luka yang mengindikasikan adanya perlawanan oleh Siyono.)
Ada kabar yang menyebutkan jenazah Siyono tidak membusuk dan mengeluarkan wangi. Benarkah?
Pertama, itu adalah penyakit media sosial. Kedua, selalu ada komodifikasi mitos. Dan itu paling laku di media. Jadi, kalau kita muslim yang rasional, muslim yang akidahnya hanif, tidak percaya terhadap hal-hal yang seperti ini. Sebaiknya tanyakan saja ke yang bilang begitu. Dari tim forensik tidak ada laporan mengenai hal itu.
TITO SIANIPAR