TEMPO.CO, Pekanbaru - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia masih terkendala kapasitas lembaga pemasyarakatan maupun rumah bagi tahanan hampir di semua wilayah. Di Riau, masalah ini bakal sedikit teratasi. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah meresmikan “tempat menginap” alias tempat penahanan terpidana kasus narkoba.
Tempat itu adalah Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Kelas III di Rumbai, Pekanbaru. Nantinya, ada tempat khusus bagi tahanan narkoba, bandar, dan pengedar. Menteri Yosanna, Jumat, 15 April 2016, meresmikan tempat tadi. "Ke depan, Lapas Terbuka ini akan menjadi Lembaga Pemasyarakatan Produksi," kata Yasonna, Jumat, 15 April 2016. LP Produksi itu maksudnya tempat bagi para tahanan narkoba memproduksi sesuatu yang bermanfaat.
Yosanna mengatakan warga binaan pemasyarakatan dalam jumlah besar diharapkan bisa tertampung di LP Terbuka Rumabi itu. Nantinya, tahanan yang tengah menjalani asimilasi di Provinsi Riau akan ditampung di sana. Di dalamnya ada tempat bagi warga binaan khusus perempuan.
Menurut Yasonna, LP Terbuka Rumabi dibangun menggunakan dana APBD Provinsi Riau. Jadi modelnya semacam kemitraan. Karena itu, Yasonna ingin daerah lain mencontoh model itu. Soalnya, kata dia, dana dari pusat terbatas. Padahal area LP di Riau ini tak sesempit lembaga pemasyarakatan superketat Gunung Sindur, tempat penahanan Abu Bakar Baasyir yang baru.
Baca: Di LP Gunung Sindur, Baasyir Dipisah dari Tahanan Lain
LP superketat Gunung Sindur hanya memiliki luas 2,4 hektare. Sedangkan, menurut Yasonna, luas lahan untuk lembaga pemasyarakatan di Riau mencapai 31 hektare. Namun Kementerian Hukum dan HAM baru mengelola 8 hektare, 4 hektare untuk LP Narkotika dan 2 hektare untuk lembaga pemasyarakatan khusus wanita. Sisanya akan dibangun di Bagan Siapiapi Rokan Hilir, tapi setelah lahan diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir.
Yasonna berterima kasih kepada Pemerintah Provinsi Riau yang memberikan hibah tanah bagi pembangunan lembaga pemasyarakatan tersebut. Tak lupa, Yasonna berpesan kepada petugas lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan supaya bekerja profesional dan transparan. Ini tak lepas dari berbagai kritik yang mengarah pada petugas LP.
"Jangan sekali-kali para pegawai dan petugas lapas terlibat peredaran narkoba,” ujar Yasonna. “Kami tak ragu memecat mereka."
Satu dari sorotan-sorotan yang muncul dari petugas adalah peredaran narkoba di lembaga pemasyarakatan. Pada Rabu, 27 Januari 2016, misalnya, Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso mengaku geram lantaran operasi BNN kerap terganjal ketika hendak menggeledah lembaga pemasyarakatan. "Modusnya itu (mereka) minta surat tugas dulu, cek surat tugasnya, cek identitas, isi buku tamu," tutur Budi Waseso kepada Tempo.
Baca: Gunakan Pola Baru, BNN Bekuk Penyeludup Narkotik
Di Sumatera Selatan, Jumat kemarin, Badan Narkotika Nasional Kota Lubuklinggau bahkan mengumumkan tiga pejabat empat lembaga pemasyarakatan terindikasi positif mengkonsumsi narkoba. Kepala BNN Kota Lubuklinggau Ibnu Mundzakir menemukan petugas yang positif narkoba berdasarkan hasil tes urine serentak yang dilakukannya.
"Sebanyak tiga dari 145 pejabat struktural dari empat lembaga pemasyarakatan yang dites urine, positif," ucapnya. Tes dilakukan di LP Kelas II A Kota Lubuklinggau terhadap petugas dari Musirawas, Musirawas Utara, dan Musi Banyuasin.
ANTARA | RIYAN NOFITRA