TEMPO.CO, Jakarta - Pengusutan kasus permintaan saham PT Freeport yang menyeret Setya Novanto—mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat—di Kejaksaan Agung terbengkalai.
Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, pemeriksaan kasus "papa minta saham" itu diabaikan sementara waktu karena tim penyelidik kesulitan mendatangkan taipan minyak Riza Chalid sebagai saksi kuncinya. "Kami endapkan dulu kasusnya," katanya di kantornya, Jumat, 15 April 2016. "Kesulitannya antara lain karena Riza Chalid berada di luar negeri."
Sejak dimulainya kasus ini pada akhir tahun lalu, tim penyelidik tak memiliki banyak perkembangan untuk menaikkannya ke tingkat penyidikan. Prasetyo membantah lambatnya penyelidikan kasus tersebut karena menanti momen Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golongan Karya. "Tidak ada kaitannya dengan urusan politik sampai ke situ. Kami melakukan penyelidikan murni karena dasar hukum," ucap Prasetyo.
Lambatnya penyelidikan kasus dugaan pemufakatan jahat itu justru memberikan kesempatan kepada Novanto mencari celah hukum. Ia pun sempat mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi pada akhir Februari lalu. Novanto meminta Mahkamah Konstitusi memberi penafsiran yang jelas dan tunggal Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang frasa pemufakatan jahat.
Perkembangan terakhir proses kasus ini terjadi pada akhir Februari lalu. Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah menyatakan telah meminta keterangan sejumlah saksi ahli bahasa untuk menelaah isi pembicaraan antara Novanto, Maroef Sjamsoeddin—kini mantan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, dan Riza Chalid. Di antaranya enam saksi ahli dari Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Andalas. "Kami masih mengkaji hasil materi keterangannya," ujar Arminsyah.
Hingga saat ini, Kejaksaan telah meminta keterangan Novanto sebanyak tiga kali. Kejaksaan juga telah meminta keterangan Maroef, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Deputi I Kantor Staf Presiden Darmawan Prasojo, Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti Swasanani, sekretaris pribadi Novanto bernama Median, serta sejumlah pegawai Hotel Ritz-Carlton, Jakarta Pusat.
Selain itu, tim penyelidik telah mengantongi rekaman CCTV di Hotel Ritz-Carlton dan rekaman pembicaraan. Namun Kejaksaan menyebutkan bukti-bukti tersebut masih belum cukup untuk menaikkan kasus ini ke penyidikan. "Saksi kuncinya (Riza Chalid) belum dimintai keterangan," tuturnya.
Saat ditanya, apakah ada indikasi kasus pemufakatan jahat ini dihentikan, Arminsyah belum dapat memastikannya. Ia berujar, "Tidak ada yang pasti. Yang pasti hanyalah mati."
DEWI SUCI RAHAYU