TEMPO.CO, Jakarta - Peribahasa Melayu ini menggambarkan sosok hakim Falcon Sihombing: lain teringat lain disebut, bertukar angguk dengan ilallah.
Sidang Mahkamah Kehormatan Hakim di Mahkamah Agung membuktikan bahwa pria yang menjuluki dirinya sendiri sebagai "hakim progresif" ini, telah melanggar kode etik saat bertugas sebagai hakim di Pengadilan Negeri Kasongan, Kalimantan Tengah. Falcon terbukti menerima gratifikasi Rp 15 juta dari pihak yang berperkara.
Di depan Mahkamah, Falcon merajuk, meminta majelis hakim tak menjatuhkan hukuman yang berat. Ia mengklaim selalu berusaha jujur dalam bertugas. Ia pun mengaku rajin berdoa kepada Tuhan agar dijadikan hakim yang adil. "Yang mulia, berikan saya kesempatan jadi hakim yang lebih baik. Menjadi Wakil Tuhan yang baik," ujarnya tersedu-sedu dalam persidangan di Ruang Wiryoto, Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu, 13 April 2016
"Tapi, kenapa Saudara tetap melanggar?" tanya salah satu hakim anggota Majelis, Sukma Violetta.
"Itu kesalahan saya," kata Falcon. "Tolong kasih kesempatan, saya akan jadi hakim jujur."
Falcon menjelaskan "hakim progresif" yang terus ia sebut itu, bermakna hakim yang berusaha terus menjadi lebih baik. Contohnya, memutuskan perkara secara adil. Di depan Majelis, ia menyadari perbuatannya menerima uang mencoreng gelar yang ia tabalkan sendiri.
Kasus Falcon bermula saat Pengadilan Negeri Kasongan menangani kasus penyalahgunaan narkotik dengan terdakwa Lendra Siregar pada 2013. Diketahui ayah Lendra, Ludewik R. Hanyi, bertemu Falcon dan memberikan besel Rp 15 juta. Ludewik meminta Lendra dihukum ringan karena berniat maju di Pemilihan Legislatif 2014. Pertemuan tersebut terjadi di rumah Falcon.
Falcon membela diri. Ia merasa tidak mengatur pertemuan tersebut. Menurutnya, Ludewik tiba-tiba datang. Uang tersebut diterima dengan alasan bahwa itu titipan untuk atasannya, Ketua Pengadilan Negeri Kasongan saat itu. "Saat itu saya hakim baru, saya hanya menuruti perintah pimpinan," ucapnya.
Pria 36 tahun ini menyadari perbuatannya melanggar norma. Tapi, ia berkilah bahwa perbuatannya menerima uang karena kesetiannya kepada atasan.
"Jadi semua perintah pimpinan akan Saudara turuti?" tanya Violeta kembali.
Diam sejenak, Falcon pun menjawab. "Saya baru setahun dinas, banyak yang tidak saya tahu. Saya hanya mencoba loyal kepada pimpinan," ujarnya.
Pembelaannya sia-sia. Majelis Kehormatan yang berisikan tujuh hakim dari Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial akhirnya memutuskan Falcon diberhentikan secara hormat dari profesi hakim. Falcon dituduh melanggar kode etik karena bertemu dengan pihak yang berperkara di luar persidangan dan terbukti menerima Rp 15 juta. "Memutuskan terlapor dijatuhi sanksi pemberhentian dengan hormat," kata Ketua Majelis, Joko Sasmito.
Duduk di kursi pesakitan, Falcon hanya bisa tertunduk dengan tangan menopang dahi saat palu hakim diketuk. Dari deretan kursi tamu, tangisan istrinya, Teti Maryati, membahana. Petugas membawa ibu hamil tujuh bulan ini keluar ruangan karena khawatir terhadap kondisinya.
Joko menuturkan Falcon melanggar kode etik hakim nomor 1.1 (1), 1.2 (2), 2.2 (1), 3.1 (1), 5.1, 6.1 dan 7.1 Surat Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY nomor 047/KMA/ SKB/IV/2009 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009.
Hukuman yang dijatuhkan lebih ringan ketimbang rekomendasi Komisi Yudisial, yang meminta Falcon diberhentikan tidak hormat. Majelis mengkorting hukuman lantaran Falcon mengakui kesalahannya dan telah mengembalikan uang Rp 15 juta kepada Lendra Siregar. Selain itu, ia masih memiliki tanggungan keluarga dan istrinya tengah mengandung tujuh bulan. Adapun yang memberatkan, saat diperiksa di KY, Falcon sempat tidak mengakui perbuatannya
Meski palu sudah diketuk, Falcon yang kini bertugas di Pengadilan Negeri Muara Teweh, Kalimantan Tengah, terus meminta hukuman ringan dari Majelis. Suaranya tiba-tiba meninggi. Ia menuding majelis hakim tidak adil memberikan putusan padanya. "Sangat keberatan!" kata dia.
Tangis ayah satu anak ini kembali pecah. Ia kecewa padahal telah jujur mengakui kesalahannya. Ia menganggap majelis hakim menjatuhkan sanksi tak berdasarkan hati nurani. "Saya hanya minta kesempatan. Bagaimana dengan anak istri saya? Saya mohon," ujarnya sambil terus terisak.
AHMAD FAIZ