TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memutuskan memperberat hukuman mantan Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Sutan Bhatoegana dari vonis sebelumnya 10 tahun menjadi 12 tahun penjara. Politikus Demokrat ini terseret kasus dugaan korupsi terkait dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Amar putusannya itu menolak permohonan kasasi Sutan, dikatakan Sutan terbukti korupsi,” ujar juru bicara MA, Suhadi, ketika dihubungi pada Kamis, 14 April 2016. Selain hukuman penjara 12 tahun, Sutan dikenai denda Rp 500 juta serta subsider 8 bulan penjara untuk pengganti denda.
Selain itu, Sutan dikenai uang pengganti perkara sebesar Rp 50 juta ditambah US$ 7.500. “Jika tidak dibayar dalam waktu 1 bulan sesudah (putusan) berkekuatan hukum tetap, harta bendanya disita untuk membayar uang pengganti itu,” kata Suhadi. Lalu, jika tidak dibayar atau harta benda yang ada tidak mencukupi, akan diganti dengan hukuman penjara 1 tahun.
Suhadi menuturkan, Sutan juga mendapat hukuman tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik. “Kalau hak memilih, tidak dicabut,” ucapnya. Sayangnya, Suhadi enggan berkomentar lebih jauh ihwal pertimbangan di balik penambahan hukuman ini karena sedang dalam tahap koreksi. “Nanti kalau sudah selesai dikoreksi, hanya majelis yang bersangkutan yang berhak memberikan pertimbangannya kepada publik.”
Selain memperberat hukuman Sutan, MA mengabulkan tuntutan jaksa merampas harta Sutan, yaitu 1 mobil Toyota Alphard dan 1 rumah miliknya. Rumah yang terdiri atas tanah dan bangunan seluas 1.194,38 meter persegi itu terletak di Jalan Kenanga Raya, Medan. “Itu yang dirampas negara, yang lain sama dengan putusan pengadilan tinggi,” tuturnya.
Dalam kasus korupsi itu, Sutan didakwa menerima uang sebesar US$ 140 ribu. Ia pun didakwa menerima barang-barang lain, seperti 1 mobil Toyota Alphard, uang sebesar US$ 200 ribu dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, uang sejumlah Rp 50 juta dari bekas Menteri ESDM Jero Wacik, serta rumah dari pengusaha bernama Saleh Abdul Malik.
Dia ditetapkan sebagai tersangka sejak 14 Mei 2014 dan sudah ditahan lembaga antirasuah sejak 2 Februari 2015.
GHOIDA RAHMAH