TEMPO.CO, Jakarta - Sunny Tanuwidjaja, anggota staf Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, membantah tudingan dia berperan sebagai penghubung aliran dana antara pengusaha pengembang properti dan DPRD DKI Jakarta.
"Enggak ada soal itu," ujar Sunny, seusai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu, 13 April 2016. Sunny menuturkan tak mengetahui sama sekali soal adanya dugaan aliran dana yang menyeret anggota DPRD DKI, Mohamad Sanusi.
Sunny menjalani pemeriksaan sekitar delapan jam di KPK hari ini. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mohamad Sanusi. Tiba di Gedung KPK pukul 09.15 WIB, Sunny baru keluar pukul 17.45 WIB.
"KPK juga enggak ada tanya soal aliran dana itu," ucapnya lagi. Sunny berujar, dia dicecar total 12 pertanyaan oleh penyidik. "Ditanya yang simpel-simpel aja soal tugas dan fungsi saya di kantor Gubernur," ujarnya.
Sunny mengaku ditanya seputar peranannya dalam pembahasan raperda reklamasi Teluk Jakarta dan hubungannya dengan tersangka Mohamad Sanusi. Selain itu, penyidik menanyakan tentang relasi Sunny dengan sejumlah perusahaan pengembang properti. "Intinya saya ini menerima informasi dari pengembang, menyampaikan ke Pak Gubernur dan eksekutif," katanya lagi.
Sunny mengaku dia memang beberapa kali mengatur pertemuan antara pengembang dan Ahok. "Pak Ahok bisa ketemu mereka sendiri, kadang-kadang Pak Ahok minta saya menjadwalkan, enggak selalu," katanya.
Sunny masuk radar KPK sejak Februari lalu. Orang dekat Basuki sejak 2010 itu, menurut seorang penegak hukum, pernah berkomunikasi dengan bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Bersamaan dengan Sunny, Aguan juga menjalani pemeriksaan hari ini.
Dalam percakapan tersebut, menurut sumber yang sama, mereka membahas kewajiban pengembang membayar kontribusi tambahan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Aguan menanyakan peluang menurunkan kontribusi tambahan jadi lima persen di pulau reklamasi.
Pada Februari itu, raperda memang sedang dibahas di Badan Legislasi DPRD DKI. Awalnya, DPRD meminta kontribusi tambahan cukup diatur dalam Peraturan Gubernur saja. Ahok sudah setuju soal ini.
Belakangan DPRD justru ingin kontribusi tambahan diturunkan dari 15 persen menjadi 5 persen, sama dengan keinginan pengembang properti. Angka ini yang ditolak Ahok.
GHOIDA RAHMAH