TEMPO.CO, Surakarta - Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surakarta, Jawa Tengah, harus mengeluarkan biaya hingga ratusan juta rupiah akibat banyaknya sampah dan polusi di Bengawan Solo. Sampah tersebut berkali-kali menyebabkan mesin di Instalasi Pengolah Air Jurug rusak.
Kepala Bidang Produksi PDAM Surakarta, Joel Hartono, mengatakan tumpukan sampah menjadi gangguan utama di musim penghujan. "Terutama di dua bulan pertama musim penghujan," katanya Rabu 13 April 2016.
Sampah itu selalu menyumbat lubang saluran masuk air yang berada di tengah sungai. "Harus dibersihkan secara manual tiap hari," katanya. Setiap bulan, mereka mengumpulkan tiga kuintal sampah di saluran tersebut.
Sampah di lubang saluran masuk air itu menyumbat aliran air menuju instalasi pengolahan. "Membuat mesin pompa terbakar dan rusak," katanya. Padahal instansinya harus merogoh kocek hingga Rp 50 juta jika komponen tersebut rusak. "Sebulan bisa rusak hingga dua kali," katanya.
Belum lagi, polusi berupa limbah cair juga membuat PDAM harus mengeluarkan biaya ekstra untuk menetralisir. "Beaya pengolahan membengkak hingga 30 persen," katanya.
Pengolahan harus dilakukan dengan memberikan beberapa bahan kimia khusus. Selain itu, mereka juga mencampurkan lumpur ke air untuk mengikat polutan tersebut. "Setiap hari kami mendatangkan satu dump truk lumpur," katanya. Harga satu truk lumpur mencapai Rp 400 ribu.|
Masalahnya, limbah itu akan semakin pekat saat musim kemarau. "Pengolahan air sering terhenti jika tingkat polusi di atas ambang batas," katanya. Dia menduga polusi tersebut berasal dari industri batik.
Menurut Direktur Utama PDAM Surakarta, Maryanto, persoalan sampah menjadi problem yang belum teratasi. "Apalagi sebagian sampah berasal dari luar Surakarta," katanya. Instansinya terpaksa mengeluarkan beaya ekstra sebagai dampak tumpukan sampah di Bengawan Solo itu.
Padahal, PDAM Surakarta berencana untuk menjadikan air Bengawan Solo sebagai tumpuan produksi air minum. Selama ini mereka masih menggunakan air dari tiga sumber, yaitu sumber air Cokro di Klaten, sumur dalam serta air Bengawan Solo. "Penggunaan sumur dalam akan kami hentikan," katanya.
Selanjutnya, mereka akan menambah instalasi pengolah air Bengawan Solo sebagai pengganti. Rencana itu akan diberlakukan pada 2017 mendatang. "Air tanah akan kami simpan sebagai cadangan," ujar Maryanto.
AHMAD RAFIQ