TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komisaris Jenderal Tito Karnavian mengatakan Siyono termasuk dalam kelompok teroris Jamaah Islamiyah. Informasi tersebut Tito peroleh dari Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
Menurut Tito, nama Siyono dikantongi Densus Polri setelah menangkap sejumlah terduga teroris periode 2014-2015. Dari sejumlah terduga teroris yang tertangkap, Densus memperoleh informasi bahwa masih ada senjata api dan bom yang disimpan seseorang bernama Awang. "Awang bilang masih ada tiga senjata api yang dititipkan kepada Siyono," kata Tito dalam rapat bersama Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 13 April 2016.
Siyono adalah warga Klaten, Jawa Tengah, yang ditangkap tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Nahas, Siyono tewas dengan patah tulang rusuk ketika dibawa oleh tim Densus.
Saat diperiksa, Tito melanjutkan, Siyono mengaku tahu tentang tiga senjata api tersebut. Namun Siyono mengaku telah menitipkannya kepada Tomi alias Giri alias Pak Pendek yang tinggal di Selogiri, Wonogiri, Jawa Tengah.
Akhirnya, tim Densus membawa Siyono ke Selogiri untuk membuktikan pengakuannya. Sayangnya, tim Densus tak menemukan senjata api. "Lalu mereka kembali. Di tengah perjalanan, Siyono melawan karena tak diborgol," ujar Tito.
Tito khawatir perkara Siyono melemahkan Densus Polri dan BNPT yang sedang memerangi terorisme di Indonesia. Sebab, para teroris dan penganut paham radikal akan senang jika Densus Polri dan BNPT terpojok. "Ingat korban teror di Indonesia, mereka (teroris) juga membunuh masyarakat dan anggota kepolisian. Jangan lupakan itu," tuturnya.
Muhammadiyah dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mempersoalkan tewasnya Siyono. Menurut mereka, Siyono tewas karena mengalami perdarahan dalam setelah ditangkap polisi. Mereka menuduh kematian Siyono janggal dan menganggap Densus sewenang-wenang dalam menangani terduga teroris.
INDRA WIJAYA