TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Masyarakat Pro Joko Widodo mendesak PT PLN berbenah memberikan upaya pelayanan yang maksimal. Hal ini terkait dengan pemadaman listrik di seluruh Kepulauan Nias sejak Sabtu dinihari, 2 April 2016.
“Sebesar 1.075 MW listrik PLN dipasok oleh asosiasi pembangkit sewa. Saat ini total PLN menunggak pembayaran sewa sekitar Rp 450 miliar,” ujar Ketua DPP Bidang Energi Projo Handoko dalam rilisnya, Selasa, 12 April 2016.
Krisis listrik di Kepulauan Nias terjadi akibat pemutusan dua aliran pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) 2 x 10 MW di Gunung Sitoli oleh vendor. Pemutusan ini menyusul kebuntuan negosiasi perpanjangan kontrak antara PLN dan pemilik pembangkit listrik. “Pasokan itu setara dengan 75 persen total kebutuhan listrik di Kepulauan Nias pada saat beban puncak sebesar 27 MW,” tutur Handoko.
Handoko mengatakan PLN memegang tanggung jawab sebagai perwakilan pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Projo berpendapat, PLN harus dikelola dengan benar. “Rakyat akan jadi korban bila manajemen PLN tidak mampu mengurus listrik dengan benar,” ucapnya.
Menurut Handoko, listrik merupakan infrastruktur yang sangat vital bagi negara. Seluruh aspek kehidupan masyarakat sangat tergantung pada ketersediaan listrik, mulai keperluan individu, rumah tangga, pelayanan sosial, bisnis, hingga industri. “Seperti banyak diketahui, pemadaman listrik di Nias yang bisa berlangsung 10 hari itu terjadi ketika para siswa sekolah menengah atas dan sederajat sedang mengikuti ujian nasional,” ujarnya.
Handoko mengatakan akhirnya rakyat yang menjadi korban dari ketegangan yang terjadi antara PLN dan mitranya. “Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau perlu, copot pejabat PLN yang tidak becus,” tuturnya.
ARIEF HIDAYAT