TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menuturkan pihaknya akan menelusuri aliran sumber dana yang digunakan Bupati Subang Ojang Sohandi (OJS) untuk menyuap jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dalam dugaan suap kasus penyalahgunaan anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2014.
OJS diketahui bertindak sebagai penerima suap bersama Jajang Abdul Holik (JAH), mantan Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan sekaligus terdakwa kasus penyalahgunaan anggaran Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2014, dan Lenih Marliani (LM), selaku istri terdakwa JAH.
"Uang itu diduga berasal dari Bupati OJS, tujuannya untuk meringankan tuntutan kepada JAH dan untuk mengamankan OJS agar tidak tersangkut kasus tersebut," ucap Agus di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 12 April 2016.
Selain itu, Agus berujar pihaknya akan mendalami kemungkinan atau dugaan adanya pihak lain di jajaran Pemerintah Kabupaten Subang yang terlibat kasus ini. "Siapa yang terlibat di Pemkab Subang masih didalami," ujar Agus.
Tak hanya memberi suap, OJS juga diperiksa dalam dugaan menerima gratifikasi. Hal ini sehubungan dengan temuan uang tunai senilai Rp 385 juta di mobil OJS, dalam operasi tangkap tangan, Senin kemarin. OJS ditangkap ketika sedang menghadiri rapat musyawarah pemimpin daerah (muspida) di kantor Kodam Jaya Subang.
KPK juga masih menyelidiki jumlah commitment fee keseluruhan dalam kasus ini. "Itu yang belum jelas dan sedang diperiksa oleh penyidik," kata Wakil Ketua Komisioner KPK Laode Syarif.
OJS ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini bersama empat orang lainnya. Dua orang tersangka yang bertindak sebagai penerima suap adalah Devianti Rochaeni (DVR), selaku Jaksa Pidana Khusus Kejati Jawa Barat; dan Fahri Nurmallo (FN), selaku ketua tim JPU Kejati Jawa Barat atas nama terdakwa JAH.
Kelimanya ditetapkan sebagai tersangka pascaoperasi tangkap tangan yang dilakukan KPK di Kejati Jawa Barat dan kantor Kodam Jaya Subang pada Senin, 11 April lalu.
Akibatnya, pemberi suap, yaitu LM, JAH, dan OJS dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 juncto Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Khusus OJS juga dikenai pasal tentang gratifikasi, yaitu Pasal 12-B UU Nomor 31 Tahun 1999. Sedangkan, penerima suap, yaitu DVR dan FN dikenai Pasal 12-a dan 12-b atau Pasal 11 juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
GHOIDA RAHMAH