TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla melawat ke Amerika Serikat. Salah satu agendanya adalah menghadiri pertemuan Nuclear Security Summit di Washington, DC, pada 29 Maret-3 April 2016. "Indonesia ikut dalam forum itu karena ingin meningkatkan kapasitas dan kapabilitas dapat mengamankan radioaktif fasilitas nuklir," kata Kalla melalui juru bicaranya, Husein Abdullah, Kamis, 31 Maret 2016, melalui pesan pendek.
Indonesia bergabung dalam forum NSS sejak 2010. Forum ini adalah prakarsa Presiden Amerika Barack Obama sejak 2010, yang tujuannya bukan terkait dengan senjata nuklir, melainkan lebih kepada bahan-bahan nuklir radioaktif. "Jadi intinya kan ada dua, nuclear security dan nuclear safety," ujarnya.
Kalla mengatakan keselamatan nuklir adalah masalah keselamatan reaktor agar tidak terjadi kebocoran seperti di Fukushima, Jepang. Sedangkan keamanan nuklir adalah bagaimana pemerintah menjamin bahan nuklir radioaktif tidak jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab, termasuk teroris.
Kalla mencontohkan bahan radioaktif yang digunakan di rumah sakit. "Nah, Obama mengundang beberapa negara untuk sama-sama memperkuat kerja sama internasional meningkatkan pengamanan terhadap bahan-bahan nuklir," ucapnya.
Pada 2014, kata Kalla, Indonesia berkontribusi terhadap NSS dengan membuat suatu model legislasi nasional yang paling komprehensif tentang keamanan nuklir. Indonesia menyumbang panduan implementasi, tapi di saat bersamaan merancang undang-undang keamanan nuklir di dalam negeri. "Nah, sekarang sedang dibuat RUU-nya dengan Bapeten, Batan, Kemenlu," tuturnya.
Puncak pertemuan NSS akan berlangsung pada 1 April. Nantinya forum ini akan menghasilkan dua komunike, yaitu komunike final NSS yang berisi penegasan kembali prinsip-prinsip kerja sama dan langkah-langkah yang akan dilakukan ke depan serta rencana aksi (action plan) dari lima badan, antara lain IAEA, PBB, dan Interpol.
Pertemuan forum NSS dilakukan setiap dua tahun sekali. Pada 2012, NSS diadakan di Seoul, Korea Selatan, sedangkan pada 2014 di Den Hag, Belanda. "Soal isu pengamanan, nuklir tindak lanjutnya akan diserahkan ke IAEA, Interpol, PBB, dan negara-negara anggota yang berjumlah 52 negara.”
AMIRULLAH