TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisioner Komnas HAM Hafid Abbas menyatakan pengurus pusat Muhammadiyah dan tim forensiknya belum memastikan waktu autopsi jenazah Siyono, warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
"Kami masih menunggu waktu yang tepat untuk menghindari konflik horizontal yang mungkin terjadi," kata Hafid di kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Rabu, 30 Maret 2016.
Siyono dituduh oleh Markas Besar Polri sebagai panglima teroris neo jamaah islamiyah. Ia tewas dalam status tahanan Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri. Berdasarkan keterangan Polri, Siyono melawan saat berada di mobil menuju tempat persembunyian senjata yang hendak ia tunjukkan.
Mabes Polri, melalui juru bicara Inspektur Jenderal Anton Charliyan, menegaskan Siyono memiliki banyak informasi penting mengenai jaringan ini. Anton membeberkan hasil autopsi menunjukkan penyebab kematian Sitono adalah pendarahan di rongga kepala bagian belakang akibat benturan benda tumpul.
Baca: Muhammadiyah Siapkan Tim Dokter untuk Autopsi Jenazah Siyono
Komisioner Komnas HAM Siane Siahaan menyatakan ada sejumlah kejanggalan dalam kasus tewasnya Siyono. Keanehan berawal dari ajakan polisi kepada Mufidah, istri Siyono, untuk membesuk Siyono di Jakarta. "Keduanya diajak ke Jakarta oleh Densus. Katanya untuk besuk, ternyata (Siyono) sudah meninggal," katanya.
Menurut dia, dugaan pelanggaran prosedur dalam kematian Siyono muncul akibat dari tidak terbukanya Polri atas hasil autopsi. Komnas HAM menuntut Detasemen Khusus Polri bersikap transparan. Karena itu, mereka menuntut jenazah Siyono diautopsi ulang.
Sejak Siyono meninggal, kata Siane, Mufidah mengaku rumahnya sering didatangi anggota Densus hingga membuatnya ketakutan dan merasa tak aman. "Sepertinya karena istrinya tidak mau teken surat ikhlas, tidak akan menuntut, dan tidak mau diautopsi," Siane menjelaskan.
Kejanggalan lain, kata Siane, makam Siyono sejak pagi kemarin dijaga polisi dan TNI. "Kalau tidak ada yang ditutupi-tutupi, kenapa harus sampai dijaga segala makamnya," kata dia. Padahal Kepala Polri telah mengizinkan autopsi.
Baca: Istri Siyono Mengaku Sering Mendapat Teror
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan, organisasinya mau mengadvokasi keluarga Siyono atas dasar kemanusiaan. “Siyono bukan kader Muhammadiyah,” katanya. “Kami menolong bukan karena apa agama dan latar belakangnya, tapi karena dia dan keluarganya adalah warga negara Indonesia yang mempunyai hak asasi dan hak-hak atas keadilan.”
Muhammadiyah, kata Dahnil, berfokus memberi keadilan bagi keluarga Siyono. “Memang dia tidak pernah diadili di pengadilan,” katanya. “Ada tuduhan gelap ihwal terorisme dan lain-lain. Tapi Muhammadiyah tidak bekerja pada ruang untuk membuktikan apakah Siyono tersangka atau terduga teroris atau bukan.”
Baca: Kasus Siyono Akan Dibawa ke Mahkamah Internasional
INGE KLARA SAFITRI