TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013, Mahfud Md., membeberkan alasan mengapa Mahkamah Konstitusi membolehkan pencalonan seseorang melalui jalur independen dalam pemilihan kepala daerah.
Mahfud menjelaskan, jalur independen menjadi pintu lain, selain partai politik, bagi rakyat yang mempunyai aspirasi tapi tak memiliki tiket dari partai politik. "Ini pertimbangan-pertimbangan MK ketika membuka pintu untuk calon independen," katanya dalam diskusi publik bertajuk "Jalur Perseorangan: Penguatan Demokrasi atau Deparpolisasi" di Matraman, Jakarta, Rabu, 30 Maret 2016.
Menurut Mahfud, pintu jalur independen dibuka dengan merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Mahfud menjelaskan, pertimbangan MK saat itu sama sekali tidak untuk melemahkan partai politik. "Tapi kemudian banyak parpol yang terpukul, di satu sisi ini bagus juga agar parpol introspeksi diri," ujarnya.
Menurut Mahfud, MK memahami posisi parpol sebagai tiang demokrasi. "Daripada enggak ada parpol, mending ada parpol walaupun jelek," ucapnya.
Mahfud pun berharap perdebatan dan ketegangan antara parpol dan calon independen tak terjadi lagi. Dia menginginkan agar ke depan parpol dapat lebih sehat dan bersaing dengan calon independen secara adil.
"Walaupun calon independen dibuka, tidak ada maksud membuat parpol tidak berdaya. Kami justru ingin memberdayakan semuanya, ikutkan saja di pilkada dan rakyat yang memilih," tutur Mahfud.
Belakangan muncul perdebatan mengenai jalur independen yang dianggap sebagai bentuk deparpolisasi. Perdebatan itu muncul menyikapi rencana majunya inkumben Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam pemilihan kepala daerah 2017 melalui jalur independen.
Setelah tidak mendapat kepastian dukungan PDI Perjuangan, Ahok menggandeng Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta Heru Budi Hartono sebagai pasangannya. Pencalonan Ahok melalui jalur independen dibantu relawan pendukungnya, Teman Ahok.
GHOIDA RAHMAH