TEMPO.CO, Bandung - Banjir bandang menerjang kawasan Kecamatan Majalaya dan Paseh Kabupaten Bandung sejak Senin malam, 28 Maret 2016. Banjir bandang menggenangi ratusan rumah dan jalan raya di kawasan tersebut.
Pantauan Tempo, Selasa pagi, 29 Maret 2016, di jalan raya Majalaya-Cicalengka sisa-sisa banjir berupa lumpur dan sampah tanaman masih nampak di sepanjang jalan. Selain itu, di pemukiman warga di Desa Cigentur Kecamatan Paseh, dan Desa Majasetra Kecamatan Majalaya terlihat warga sedang membersihkan sisa-sisa lumpur banjir semalam.
Kepala Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung Tata Irawan mengatakan, banjir disebabkan hujan mengguyur kawasan hulu Sungai Citarum. Hal itu, menyebabkan salah satu anak sungai Citarum, Sungai Cigentur meluap dan menggenangi kawasan Majalaya dan Paseh. "Di kawasan hulu terjadi sedimentasi yang tinggi," ujar dia kepada Tempo, Selasa, 29 Maret 2016.
Menurut dia, banjir bandang tahun ini merupakan bencana yang paling besar selama lima tahun terakhir. "Di hulu sudah banyak alih fungsi lahan. Akibatnya banjir cepat menyerbu kawasan Daerah Aliran Sungai Citarum," kata dia.
Ia mengatakan, akibat banjir tersebut tercatat ada lima kampung di dua kecamatan yang terendam banjir. Ketinggian banjir mencapai 30-100 centimeter. "Kalau banjir bandang cepat surut. Tapi, barang-barang warga banyak yang tidak terselamatkan," kata dia.
Sementara itu, pengurus Kantor Desa Cigentur, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung, Endun Hanhan mengatakan setiap hukan deras banjir selalu menggenangi wilayahnya. Namun, ia katakan banjir tahun ini lebih besar dari tahun sebelumnya. "Rumah dan sawah tergenang. Bangunan juga ada yang roboh," kata dia.
Ia mengatakan, banjir sudah menggenang sejak hari Jumat pekan lalu. Hingga hari Senin kemarin banjir sudah berangsur surut. Namun, hujan kembali mengguyur pada Senin malam, mengakibatkan banjir kembali naik. "Yang paling parah waktu Sabtu malam. Kemarin ketinggian banjir sampai satu meter" ujarnya.
Berdasarkan catatan Kantor Desa Cigentur, ada tiga kampung yang terendam banjir dan menggenangi 123 rumah. Namun, ia katakan, warga tak sampai mengungsi, karena banjir bandang sifatnya cepat surut. "Tak ada yang sampai mengungsi," kata dia.
Kepala Badan Pemerhati Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat Anang Sudrana mengatakan, fenomena banjir di wilayah Jawa Barat yang setiap tahun makin parah disebabkan oleh maraknya alih fungsi lahan dibagian hulu sungai. Hal itu, mempengaruhi resapan air hujan yang tak mampu ditampung oleh tanah.
"Jawa Barat setiap tahun diguyur hujan dengan volume 81 miliar kubik. Itu paling besar di seluruh Indonesia. Masalahnya, adalah kawasan hutan sudah banyak yang tidak berfungsi menyerap air hujan. Akibatnya, air hujan tak tertampung dan lari ke sungai, itu menyebabkan banjir di setiap wilayah yang dilalui sungai," kata Anang kepada Tempo.
Untuk banjir di kawasan Majalaya, ia katakan, kawasan hulu sungai dikawasan Gunung Gambung sudah mengalami kerusakan parah. Hal itu, mengakibatkan banjir di Majalaya dan sekitarnya setiap tahun semakin parah. "Hulu sungai di kawasan Gunung Bambung sudah rusak," katanya.
Ia mengatakan, untuk mengantisipasi banjir semakin parah, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melakukan penanganan menyeluruh kawasan Sungai Citarum. Menurutnya, dalam jangka panjang pemerintah akan membenahi struktur kawasan hulu dan hilir sungai, terutama masalah alih fungsi hutan di kawasan hulu.
"Tapi, masalahnya hutan si kawasan hulu milik Perhutani. Pemerintah terhalang aturan. Jadi, pemerintah hanya bisa mendorong Perhutani untuk kembali menanam tanaman keras," kata dia.
IQBAL T. LAZUARDI S