TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia I Wayan Dusak mengakui jumlah antara sipir atau petugas lapas dan tahanan tidak sebanding. Penghuni lapas, jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan petugas yang menjaganya. "Rata-rata, perbandingan petugas dan peghuni lapas 1 : 50," kata Wayan saat dihubungi Senin 28 Maret 2016.
Hal itu pula yang menjadi salah satu sumber masalah pada kerusuhan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Malabero, Bengkulu pada 25 Maret lalu. Menurutnya, ada sebanyak 259 penghuni di lapas itu, sayangnya hanya ada empat petugas saja yang menjaga mereka. "Jadi, kalau ada lima orang keluar lapas, dan empat petugas yang menanganinya, sudah tidak ada orang untuk jaga yang lain," kata Wayan.
Sebelunya, lima narapidana tewas usai kerusuhan terjadi di lembaga pemasyarakatan Malabero, Bengkulu Jumat lalu. Kerusuhan dipicu karena mereka dicokok oleh Badan Narkotika Provinsi Bengkulu.
Melihat kejadian itu, ia pun meminta adanya penguatan petugas lapas. Selain mengirimkan surat edaran, Wayan pun bersafari ke lapas Jawa Timur dan Bali, serta Medan untuk membicarakan penguatan itu. "Tidak cukup, instruksi hanya dengan surat edaran. Saya coba datangi ke lapas yang resiko kerusuhannya tinggi," kata Wayan yang sedang berada di Surabaya menuju Bali.
Menangani ketidakseimbangan antara petugas dan tahanan itu, Wayan mengaku kesulitan bila menambah jumlah petugas untuk menjaga lapas. Ia pun meminta para kepala lapas seluruh Indonesia untuk lebih banyak berinteraksi dengan para penghuninya.
Harapannnya dengan berkunjung dan menyapa para tahanan, akan ada rasa enggan oleh tahanan untuk berbuat rusuh karena telah mengenal pemimpin lapas itu. "Kalapas juga bisa mendengar keluhan keluhan dari penghuni, sehingga hubungan antara kalapas dan penghuninya lebih dekat," kata Wayan. Ia meyakini interaksi sosial bisa menjadi salah satu upaya pencegahan kerusuhan yang efektif.
MITRA TARIGAN