TEMPO.CO, Bekasi - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bekasi menyebutkan sekitar 58 ribu pelajar sekolah menengah pertama dan atas di wilayah setempat menjadi perokok aktif. "Sebagian besar masih mengenakan seragam sekolah," kata Ketua KPAID Kota Bekasi Syahroni, Senin, 28 Maret 2016.
Jumlah pelajar yang menjadi perokok aktif tersebut merupakan 30 persen dari seluruh pelajar di Kota Bekasi, yakni 194.907. Rinciannya, SMP 83.204 orang dan siswa SMA/sederajat 111.703.
Mayoritas perokok yang masih berstatus pelajar itu menganggap hal biasa merokok di tempat umum. Bahkan tak jarang dari mereka merokok di sekitar lingkungan sekolah di luar pagar. Misalnya di sejumlah warung kecil yang menjual rokok eceran atau per batang. "Kami sering menjumpainya," ucapnya.
Menurut dia, pelajar cenderung menjadi perokok aktif karena lemahnya pengawasan orang tua siswa. Soalnya, para orang tua kerap memberi keleluasaan kepada anaknya berkumpul bersama teman-temannya seusai pulang sekolah. "Anak-anak tidak langsung pulang, melainkan nongkrong dulu," tuturnya.
Hal ini, kata dia, dapat mempengaruhi para pelajar tersebut mencoba suatu hal yang negatif, seperti merokok. Awalnya, anak hanya meniru dan mencoba-coba, lalu menjadi kecanduan. Padahal, ucap dia, seharusnya anak langsung pulang ke rumah seusai sekolah. "Di rumah, tugas orang tua mendidik," ucapnya. "Sehingga terhindar dari kegiatan negatif."
Untuk meminimalkan jumlah perokok aktif di kalangan pelajar, menurut dia, orang tua harus melakukan pendekatan terhadap anak, sehingga anak cenderung membuka diri kepada orang tuanya mengenai masalah yang dihadapi. "Orang tua harus selalu mengawasi pergaulan," katanya.
Kepala Bidang Bina Program Dinas Pendidikan Kota Bekasi Agus Enap tak menampik kabar itu. Menurut dia, pelajar leluasa membeli rokok karena tak ada sanksi bagi penjual yang menjajakan rokoknya kepada anak. Seharusnya, kata dia, ada peraturan yang mengetatkan tata cara pembelian rokok. "Sehingga tak semua orang bisa beli rokok," ujarnya.
Menurut dia, guru kesulitan mengawasi anak didiknya karena jumlah guru di Kota Bekasi juga terbatas. Lagi pula, tugas guru hanya di lingkungan sekolah, seperti mengajar. "Tidak mungkin guru juga mengawasi pelajar di luar sekolah," tuturnya. "Tapi, jika kebetulan kedapatan anak didiknya merokok, pasti guru menegur."
Agus mengatakan, untuk menekan penyalahgunaan rokok di kalangan pelajar, pihaknya memberlakukan larangan merokok bagi kalangan guru dan pegawai sekolah. Selain itu, siswa yang kedapatan merokok akan diskors atau orang tuanya dipanggil. "Sejauh ini belum ada yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah," katanya. "Kalau di luar, kami akui ada."
ADI WARSONO