TEMPO.CO, Denpasar - Tantangan Gubernur Bali Made Mangku Pastika kepada masyarakat Bali yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa untuk hadir di acara Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) di Lapangan Renon Denpasar pada Minggu, 27 Maret 2016, dianggap sebagai sebuah kelucuan. Hal ini disampaikan Wayan ‘Gendo’ Suardana selaku Koordinator ForBALI .
“Kami menganggap ini lucu, sebab terkait dengan reklamasi, kami sudah sering berdebat langsung baik dengan Gubernur dan jajarannya. Dalam debat itu, Gubernur kalah telak,” ujarnya.
Dalam penjelasannya, pada 3 Agustus 2013 yang saat itu Gubernur mengeluarkan SK yang melanggar tata ruang, di pertemuan resmi yang dibuatnya tersebut Gubernur kalah telak. “Sudah kalah telak, malah pada tanggal 30 Desember 2013, dia minta ke pemerintah pusat untuk mengubah status kawasan konservasi menjadi kawasan budidaya,” kata dia.
Bahkan, pada debat kajian AMDAL yang digelar di kantornya pada 29 Desember 2015 lalu, Gubernur Bali juga tidak hadir. “Belum lagi saat upaya mengubah Perpres 45 tahun 2011 menjadi Perpres 51 tahun 2014 (konsultasi publik oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang, Red), malah yang diundang saat itu kelompok pro reklamasi saja, sedangkan kami tidak diundang dengan alasan lupa alamat Walhi Bali. Itu kan konyol,” kata Gendo.
Tindakan Gubernur Bali menantang masyarakat Bali yang menolak reklamasi dianggap Gendo sebagai sebuah tindakan untuk mencari sensasi belaka dan juga sikap Gubernur Bali yang lagi kebingungan karena derasnya penolakan terjadi. Terlebih dengan sikap resmi 28 desa adat di Bali, termasuk daerah pesisir yang menolak reklamasi.
Selain itu pula, tudingan Gubernur Bali yang mengatakan pihak yang menolak reklamasi Teluk Benoa tidak pernah hadir dalam PB3AS juga sebagai sebuah kebohongan besar. “Siapa bilang kami tidak pernah hadir? Kami pernah hadir kok melalui perwakilan kami. Toh juga tidak ada hasil apapun. Malah yang terjadi Gubernur berkelit reklamasi ini dibawa ke pusat,” ucapnya.
Bahkan, Gendo menduga statemen Mangku Pastika ini sebagai cara untuk mendongkrak PB3AS yang dibuatnya. “Ini lagi-lagi sebagai bentuk mencari sensasi saja setelah menjadi pecundang yang kalah debat di berbagai acara resmi terkait reklamasi dan kami pun menduga, tantangan ini untuk mendongkrak PB3AS yang tidak dikehendaki rakyat,” jelasnya.
“Selama ini podium PB3AS kan tidak dihiraukan oleh rakyat penolak Reklamasi. Rakyat Bali penolak Reklamasi kan sudah punya panggung atau podiium sendiri. Podium berpendapat yang jauh lebih legitimate daripada sekedar podium yang dibuat oleh Gubernur Bali.” Ujar Gendo sambil tersenyum.
Gendo secara retorik mempertanyakan motif tantangan itu:, “Jangan-jangan tantangan itu hanya sekedar menciptakan opini bahwa Gubernur Bali siap berdialog, menciptakan opini soalh-olah masih ada pro kontra sehingga dianggap masih ada celah kompromi padahal di sisi lain rakyat sudah tidak mau berunding? ”
"Kami sih malas meladeni tantangan debat dari pihak sudah nyata kalah telak dalam debat-debat resmi. Diajak debat kalah telak kok sekarang nantang lagi, gak lucu ah!," kata Gendo.
Sementara itu Pastika membantah, kurang memperhatikan keseimbangan Bali. “Saya ini orang Singaraja, saya tahu apa yang terjadi di sana,” ujarnya. Karena alasan itu bantuan terbesar diberikan kepada daerah yang selama ini pariwisatanya belum berkembang seperti Buleleng, Klungkung, Karangasem , Jembrana dan Bangli.
Di sisi lain, dia mengajak semuanya berpikir dengan kebutuhan lapangan kerja dimana setiap tahunnya ada puluhan ribu tamatan sarjana, diploma, SMA dan SMK yang membutuhkan pekerjaaan.
Panggung terbuka berakhir tanpa kesimpulan. Pastika menjanjikan akan mengundang semua tokoh untuk berdiskusi kembali. “Saya ingin ada keterbukaan di antara kita,” ujarnya. PB3AS sendiri sebenarnya adalah acara rutin yang digelr tiap hari Minggu di mana semua orang diberi kesempatan untuk bebas berbicara mengenai masalah-masalah yang ada di masyarakat.
ROFIQI HASAN