TEMPO.CO, Boyolali - Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Boyolali Nurifansyah mengimbau peserta BPJS Kesehatan, terutama dari kalangan pekerja bukan penerima upah (PBPU), agar tertib dan disiplin membayar iuran jaminan kesehatan.
“Iuran itu darah dagingnya program JKN (Jaminan Kesehatan Nasional),” kata Nurifansyah, Kamis, 24 Maret 2016.
BPJS Kantor Cabang Boyolali membawahi wilayah Boyolali dan Klaten. Menurut data dari Kepala Unit Hukum, Komunikasi Publik, dan Kepatuhan BPJS Kantor Cabang Boyolali Aminah Pamikatsih, cakupan kepesertaan di Boyolali per Maret 2016 sebanyak 574.693 orang dari total penduduk 973.332 orang.
Adapun cakupan kepesertaan di Klaten sebanyak 905.021 orang (dari total penduduk 1.292.003 orang). Dari 1.479.714 peserta BPJS di Boyolali dan Klaten, 322.208 peserta di antaranya kalangan pekerja penerima upah (PPU) dan 86.840 peserta dari kalangan PBPU. “Pada 2015, tingkat kolektabilitas iuran peserta dari kalangan PPU 90 persen dan dari kalangan PBPU 70 persen,” kata Aminah.
Menurut Kepala BPJS Kesehatan Kantor Layanan Operasional (KLO) Kabupaten Klaten Indra Martyas, masyarakat dari kalangan PBPU pada umumnya baru mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan saat mereka membutuhkan perawatan di rumah sakit.
“Setelah terdaftar, beberapa peserta (dari PBPU) kurang tertib membayar iuran,” kata Indra di kantornya pada Kamis lalu. Beberapa peserta yang dinilai kurang tertib itu baru membayar iuran dan melunasi tunggakan ketika jatuh sakit dan harus menjalani rawat inap.
Berkaitan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Indra mengatakan, ada sejumlah aturan baru selain tentang penyesuaian besaran iuran. Di antaranya soal penghapusan denda dua persen iuran per bulan dari total iuran yang tertunggak.
Sebagai gantinya, peserta yang menunggak iuran lebih dari satu bulan akan dihentikan sementara penjaminannya. Status kepesertaan akan aktif lagi jika peserta membayar iuran bulan tertunggak (maksimal 12 bulan) dan iuran saat peserta hendak mengakhiri pemberhentian sementara jaminannya. Hal itu diatur dalam Pasal 17A.1 (2) Perpres Nomor 19 Tahun 2016.
Jika dalam waktu 45 hari setelah status kepesertaannya aktif kemudian si peserta itu jatuh sakit dan harus dirawat inap, dia wajib membayar denda 2,5 persen dari biaya pelayanan kesehatan untuk tiap bulan tertunggak. Ketentuannya, jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan dan besar denda paling tinggi Rp 30 juta. Hal itu diatur dalam Pasal 17A.1 (4) Perpres Nomor 19 Tahun 2016.
Pemberhentian sementara penjaminan peserta dan pengenaan denda itu mulai berlaku pada 1 Juli 2016. “Jadi peserta yang dihentikan sementara penjaminannya tidak harus mendaftar lagi dari awal,” kata Indra.
DINDA LEO LISTY