TEMPO.CO, Kediri - Kisah akhir perjalanan Tan Malaka tak semegah perjuangannya. Jenasah tokoh kemerdekaan nasional itu dimakamkan di sebuah pemakaman Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, lereng Gunung Wilis, tanpa pengakuan negara.
Nasib Tan Malaka juga tergambar dari penolakan Front Pembela Islam atas pentas monolog di Bandung. Tempo yang mengunjungi makam pejuang berideologi sosialis tersebut mendapati kondisi makam mulai dari jalan besar menuju area makam rusak parah. Jalanan yang dulu sempat dilapisi aspal saat banyak pejabat dan tokoh berkunjung pada waktu pembongkaran makam kini nyaris tak bisa dilalui.
Pecahan batu padas yang runcing ke atas seperti berlomba menusuk roda kendaraan yang berani melintas. “Sejak tak ada kelanjutan dari pembongkaran dulu jalan ini mulai rusak,” kata seorang pencari rumput yang melintas di area makam hari ini, Kamis 24 Maret 2016.
Baca: FPI Larang Monolog Tan Malaka, Pria Minang Yang Hafal Quran
Medan jalan yang sulit dan rusak terus berlanjut hingga ke lokasi makam yang menjorok di bawah tebing di pinggiran aliran sungai. Jalan setapak menuju makam yang curam nyaris tak bisa dilalui lantaran dipenuhi tanaman liar dan sangat licin. Belum lagi ancaman pematang dan sungai irigasi yang melintang di jalur tersebut membuat siapapun yang hendak menuju makam harus berjuang cukup keras.
Memasuki kawasan makam yang senyap dan dipenuhi tanaman liar, lokasi makam jasad Tan Malaka hampir tak bisa dikenali. Tak ada penanda apapun, seperti nisan layaknya kuburan pada umumnya. Hanya sebongkah batu sungai seukuran dua kali kepala orang dewasa yang diletakkan di di atas makam sebagai penanda.
Batu itu diletakkan oleh bekas Kepala Desa Selopanggung Muhamad Zuhri beberapa tahun silam yang menjadi panitia pembongkaran makam atas prakarsa keponakan Tan Malaka, Zulfikar Kamarudin. “Tidak ada yang mengunjungi makam itu,” ucap si pencari rumput.
Baca: Larang Monolog Tan Malaka, FPI: Dia Tokoh Komunis
Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Kediri Haris Setiawan mengakui bahwa pemerintah daerah tak merehab makam sang tokoh. Meski diyakinkan oleh penelusuran sejarawan Belanda Harry Poeze bahwa itu benar makam Ibrahim, nama lahir Tan Malaka, namun pemerintah tak begitu saja mempercayai. Apalagi tes DNA yang dilakukan Zulfikar tak jelas hasilnya. “Harus ada penetapan dari lembaga berwenang soal ini, seperti Kementerian Sosial,” kata Haris.
Jika pemerintah pusat kelak memastikan bahwa di situlah Tan Malaka dimakamkan, Haris meneruskan, pemerintah daerah tak akan segan melakukan renovasi. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Kediri siap memindahkan makam Tan Malaka ke lokasi yang lebih baik dan mudah dijangkau.
HARI TRI WASONO