TEMPO.CO, Surabaya - Konsulat Jenderal Korea di Surabaya, Jawa Timur, memprotes penangkapan atas seorang warganya oleh Satuan Polisi Pamong Praja. JM, yang semula diinisialkan sebagai KY, terjaring razia di kawasan kos-kosan pada Senin 21 Maret 2016.
“Staf Konsul Korea Selatan datang ke kantor tadi dan langsung klarifikasi tentang warganya itu,” kata Camat Sawahan, Yunus, Rabu 23 Maret 2016.
Selain mengoreksi identitas nama, staf dari konsulat itu juga memberi klarifikasi tentang tudingan tanggal visa yang kedaluarsa. Menurut konsulat, 13 Maret 2016 bukan batas kedaluarsa visa wisata JM, tapi tanggal kedatangan di Surabaya.
“Dan visa wisata itu berlaku sebulan, yang berakhir pada 13 April 2016,” kata Yunus menirukan.
Akibat protes dan klarifikasi itu, Yunus menyatakan langsung meminta maaf. “Karena itu saya juga langsung sampaikan kepada kawan-kawan wartawan yang kemarin meliput razia itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Satpol PP Kecamatan Sawahan Surabaya bekerja sama dengan Kepolisian Sektor Sawahan merazia tempat kos di Jalan Halimun nomor 21, Senin 21 Maret 2016. Hasilnya, mereka mendapati JM yang saat itu disangka overstay dan menyalahgunakan visa wisata untuk bekerja menjadi guru di sekolah swasta.
Karena kendala bahasa, petugas Satpol PP kecamatan itu akhirnya menyerahkan JM ke Kepolisian Sektor Sawahan untuk diproses lebih lanjut. Karena kendala yang sama terbit kecurigaan JM termasuk jaringan terorisme atau kelompok Gafatar.
"Memang tidak ada tanda-tandanya, cuma kami antisipasi saja," kata Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Satpol PP Kecamatan Sawahan, Bimo Wijaksonodia, saat itu.
MOHAMMAD SYARRAFAH