TEMPO.CO, Blitar – Nyawa Sigit Joko Prastowo, 43 tahun, warga Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar, Jawa Timur, tak tertolong setelah sebuah timah panas bersarang di perutnya. Dia ditembak anggota Kepolisian Sektor Kepanjen Kidul Ajun Inspektur Satu Sagitarius saat hendak membacok ayahnya. “Dia mengambil pisau setelah memukuli ibunya,” kata Ludiro, adik Sigit, Rabu, 23 Maret 2016.
Ludiro mengisahkan peristiwa yang terjadi Selasa malam pukul 23.00 WIB, 22 Maret 2016 itu bermula saat dia hendak menjemput dua anaknya bermain di rumah orang tua di Kelurahan Tanjung. Di rumah orang tuanya pasangan Karmidanto dan Kusminarti ini pula Sigit tinggal. Meski sudah berumur, pria yang bekerja sebagai kuli bangunan ini masih melajang.
Saat berbincang dengan kedua orang tuanya, tiba-tiba Sigit datang dan bermaksud menggendong salah satu keponakannya. Entah mengapa si bocah yang takut kepada Sigit langsung menangis. Hal itu membuat neneknya, Kusminarti menegur Sigit dan memintanya menurunkannya dari gendongan.
Tak disangka, teguran itu memicu amarah Sigit yang langsung memukuli ibunya. Sang ayah Karmidanto pun tak luput dari tendangan Sigit saat mencoba melerai pertengkaran itu. Tak cukup di situ, Sigit bergegas ke belakang dan mengambil parang. Dia kembali ke ruang tamu sambil mengayunkan parang hendak membacok ayahnya.
Melihat perbuatan itu, Karmidanto bergegas membawa pergi istri dan dua cucunya dari rumah. Adapun Ludiro berlari ke rumah tetangganya untuk meminjam telepon menghubungi Polsek Kepanjen Kidul. Dalam waktu singkat petugas pun datang ke lokasi dan berusaha mengendalikan Sigit yang tengah mengamuk.
Ajun Inspektur Satu Sagitarius yang tiba lebih dulu bergegas melindungi Karmidanto dengan menghalang-halangi di depan Sigit. Alih-alih takut melihat kedatangan polisi, Sigit malah menyerang polisi dengan parang. Sagitarius melepas empat kali tembakan peringatan ke atas agar Sigit gentar. Karena tetap tak menggubris, tembakan kelima yang dimuntahkan dari pistol Sagitarius mengarah ke arah perut Sigit.
Meski sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawa Sigit tak tertolong akibat perdarahan hebat. Pihak keluarga pun tak mempermasalahkan penembakan itu dan menganggapnya sebagai takdir.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Blitar Ajun Komisaris Danang Yudhanto memastikan tak ada pelanggaran prosedur dalam penembakan itu. Sebab selain mengancam keselamatan masyarakat, pelaku juga menyerang petugas dengan senjata tajam.
Apalagi sebelumnya polisi telah mengeluarkan empat kali tembakan peringatan. “Sebenarnya arah tembakannya ke bawah, tapi karena situasi dimana pelaku terus bergerak akhirnya mengenai perut,” kata Danang.
Menurut sejumlah tetangga, Sigit memang dikenal temperamental. Berulang kali dia menganiaya dan mengancam akan membunuh keluarganya jika sedang marah. Bahkan pernah suatu saat dia disetrum dengan aliran listrik karena hendak melukai aparat.
Selama ini keluarga selalu meminta tolong aparat desa, polisi, hingga TNI untuk melumpuhkan Sigit jika sedang naik pitam. Pelaku juga pernah dibawa ke rumah sakit jiwa sebelum diperbolehkan pulang karena perangainya yang buruk.
HARI TRI WASONO