TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Pendamping Profesional Desa Jawa Barat hari ini melaporkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ke Istana Negara karena sistem rekrutmen pendamping desa yang tidak transparan. Laporan disampaikan kepada Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
"Proses rekrutmen pendamping desa tidak transparan, di antaranya daftar pendek dan panjang ditemukan secara terpusat oleh Kementerian Desa," kata koordinator Aliansi Pendamping Profesional Desa Jawa Barat, Uun Untamiharja, setelah menemui Pramono di Istana Negara, Rabu, 23 Maret 2016.
Ia mencontohkan, persyaratan menjadi calon pendamping desa adalah memiliki gelar sarjana S-1 dengan pengalaman atau D-3 dengan pengalaman empat tahun. "Nyatanya, ada yang dinyatakan lulus oleh panitia pengadaan barang dan jasa dengan ijazah SLTA," ucapnya. Selain itu, ucap Uun, pendamping desa yang lulus seleksi hanya memiliki gelar D-3 dan tidak memenuhi persyaratan mengenai pengalaman.
Uun tidak dapat memastikan bahwa pendamping desa yang terpilih memiliki kedekatan dengan pihak tertentu di internal Kementerian Desa. Tapi ia mengaku memiliki bukti bahwa pendamping desa yang lolos seleksi lebih banyak memiliki pengalaman berorganisasi dibanding pengalaman kerja.
Selain itu, Aliansi Pendamping Desa melaporkan adanya praktek tata kelola yang kurang baik di Kementerian Desa. Uun menuturkan proses dukungan yang diberikan kepada desa menggunakan pola pendekatan proyek, khususnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa. "Proses ini dilakukan secara terpusat, sentralistik. Hal ini berpotensi melanggar asas dan prinsip dekonsentrasi pada pemerintah provinsi," kata Uun.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang menerima Aliansi Pendamping Desa berjanji akan menyampaikan keluhan ini kepada Presiden Joko Widodo. "Mudah-mudahan nanti ada kebijakan yang diambil," ucapnya. Pramono berujar, masalah ini bukan tidak mungkin akan dibahas dalam level rapat terbatas, agar segera ditemukan solusinya.
ANANDA TERESIA