TEMPO.CO, Yogyakarta - Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta mengungkapkan, ada 13 kasus pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (KKB) di wilayah DIY sepanjang 2011-2015. Kasus-kasus tersebut dipaparkan dalam peluncuran Kertas Posisi LBH Yogyakarta tentang Hak KKB di DIY pada Rabu, 23 Maret 2016.
“Itu pertanda Yogyakarta masih darurat intoleransi beragama,” kata Direktur LBH Yogyakarta Hamzal Wahyudin di Hotel Santika Yogyakarta, Rabu, 23 Maret 2016.
Jumlah kasus pelanggaran hak KKB itu dipantau tim monitoring satuan tugas LBH Yogyakarta selama enam bulan. Sedangkan kasus-kasus yang didata telah berlangsung sejak 2011 hingga 2015. Pelanggaran yang telah terjadi meliputi kategori diskriminasi perizinan kegiatan keagamaan, perizinan pendirian rumah ibadah, tuduhan saling menyesatkan, pembiaran aktivitas kelompok intoleran, serta penyebaran ujaran kebencian melalui media sosial.
Sedangkan 13 kasus yang telah didata tersebut antara lain penolakan peringatan Paskah Adiyuswa di Gunungkidul, pelarangan renovasi Gereja Bethel Indonesia di Sleman, kekerasan terhadap Ketua Forum Lintas Iman di Gunungkidul, juga penyerangan kantor Organisasi Rausyan Fikr di Sleman.
Sejumlah rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah pusat, pemerintah DIY, pemerintah kabupaten dan kota, serta aparat penegak hukum disusun dalam kertas posisi tersebut. Tujuannya, kata Hamzal, memberikan gambaran situasi pelanggaran hak KKB di wilayah DIY yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengambilan langkah pemenuhan dan perlindungan hak KKB tersebut. “Karena kami ingin mengembalikan Yogyakarta sebagai kota toleran kembali,” katanya.
Salah satu rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah DIY ataupun kabupaten dan kota adalah mensosialisasi nilai-nilai dasar budaya Yogyakarta kepada warga sebagai sumber kearifan lokal untuk mencegah radikalisasi dan tindakan intoleran atas dasar apa pun. Sedangkan rekomendasi kepada aparat penegak hukum adalah menindak tegas para pelaku intoleran yang melakukan intimidasi dan memberikan perlindungan terhadap kelompok minoritas.
Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama Gunungkidul, Ngatemin, menilai rekomendasi tentang sosialisasi nilai-nilai dasar budaya Yogyakarta untuk mencegah pelanggaran hak KKB tidak tepat. Sebab, kata dia, mengartikan nilai-nilai dasar budaya Yogyakarta sama dengan nilai-nilai budaya Jawa. Sedangkan tidak semua warga yang tinggal di wilayah DIY orang Jawa.
“Tidak semua suka budaya Jawa. Bagaimana mensosialisasi kalau tidak menerima budaya Jawa,” kata Ngatemin, yang hadir dalam forum tersebut.
PITO AGUSTIN RUDIANA