TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 22 wartawan, dua di antaranya dari Jepang Swedia menuturkan sosok ibu rumah tangga yang menjadi simbol rontoknya rezim Orde Baru. Ya, ini memang bukan ibu rumah tangga biasa. Dia adalah Megawati Soekarnoputri yang menjadi presiden kelima Indonesia.
Sore ini, penuturan puluhan wartawan dalam mengurai rahasia seorang Megawati –selama ini mengesankan diam dan penuh rahasia, akan diluncurkan dalam bentuk buku berjudul Menangis dan Tertawa bersama Rakyat di Gedung Arsip Nasional Jakarta, Rabu, 23 Maret 2016.
Para wartawan ini akan memaparKan pengalaman mereka selama menjalankan tugas jurnalistik dalam merepotase perjalanan politik Megawati. Para penuturnya bukan wartawan sembarangan, mereka sudah kenyang dalam dunia jurnalistik. Sebagian masih menekuni profesi ini, sebagian lainnya menekuni dunia pendidikan dan sosial. Mereka tergerak mengumpulkan serpihan catatan terpendam mereka selama ini. Merekalah saksi hidup bagaimana sesungguhnya Megawati.
Sepak terjang putri tertua sang proklamator Bung Karno itu ditulis dalam berbagai sudut pandang. Misalnya, kisah Megawati melampaui masa-masa "berat" naik ke panggung politik dan menghadapi kokohnya keangkuhan rezim Orde Baru. Aneka reportase dari dekat bagaimana Megawati bergerilya menjumpai para pendukungnya di se antero negeri, lengkap negeri. Cerita di balik berita soal bagaimana Megawati menjaga persahabatannya di tengah turbulensi politik hingga melambung ke Istana Negara.
Tak luput juga, bagaimana sesungguhnya Megawati meladeni wartawan di masa itu, kisah-kisah lucu dan personal yang mewarnai hubungan para wartawan dengan Megawati sebagai nara sumber. Tulisan 22 wartawan itu tak hanya memotret gambaran Megawati sebagai perempuan yang bersahaja, ibu rumah tangga, seorang istri, politikus, ketua umum partai, Wakil Presiden, Presiden hingga menjadi pada akhirnya, Megawati tak ubahnya ibu bagi seluruh rakyat Indonesia.
Buku ini disunting Kristin Samah sebagai editor ini menjadi "pelengkap" hadirnya buku-buku yang mengulas Megawati Soekarnoputri. Sekaligus menjadi pandora yang menguak sisi kelam sejarah transisi pemerintahan Soeharto ke masa reformasi. Detik- detik penyerbuan kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta serta terbukanya Cendana untuk Megawati menjadi awal dari gerakan merah menyemut alias merah total di seluruh pelosok tanah air.
Buku ini juga dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban para saksi mata sejarah - yang mungkin saat berkiprah menjadi pekerja media dulu - tidak sempat atau luput dari kebijakan redaksional medianya masing-masing. Sejumlah tamu dijadwalkan hadir dalam peluncuran buku itu. Diantaranya Para menteri Kabinet Indonesia Hebat, para menteri kabinet Gotong Royong, para pelaku sejarah dari 1990 - 2014, para politikus partai.
ISTI