TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Nahar mengatakan ada dua hambatan paling besar terkait dengan masalah disabilitas jiwa yang berakibat pada pemasungan. “Pertama, pemahaman masyarakat yang kurang, dan obat yang tidak ada di masyarakat,” kata Nahar saat dihubungi, Selasa, 22 Maret 2016.
Nahar mengatakan kuota panti dan rumah sakit di Indonesia untuk menangani masalah penyakit jiwa masih sangat kurang. Di Jakarta saja, kata Nahar, ada empat panti sosial khusus disabilitas yang hanya bisa menampung sebanyak 1.700 pasien. Nyatanya, di Jakarta, diperkirakan ada 3.000 pasien disabilitas sosial yang harus ditangani segera.
Pasien yang tidak mendapatkan tempat di panti sosial akhirnya ditangani di rumah oleh para keluarga. Karena pemahaman tentang penanganan penyakit ini kurang, masih banyak keluarga Indonesia yang akhirnya memasung mereka. “Alasan mereka karena malu, tidak paham penanganannya,” kata Nahar. Tidak hanya keluarga yang tidak paham penanganan, tapi masyarakat umum pun banyak yang akhirnya melempar pasien penyakit jiwa dengan batu atau merisaknya.
Obat pasien disabilitas jiwa yang seharusnya bisa diakses oleh masyarakat di puskesmas nyatanya masih sangat minim. Menurut Nahar, hal itu karena anggaran untuk pembelian obat penyakit jiwa di puskesmas sangat kecil.
Nahar mengatakan pemerintah sudah memiliki Gerakan Anti-Pasung sejak 2010. Gerakan itu sudah membebaskan sebanyak 9.000 orang yang pernah dipasung. Pada 29 januari 2016, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pun sudah mencanangkan gerakan setop pemasungan. Kementerian Sosial bekerja sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. “Kami bekerja perbaiki sistem,” kata Nahar.
Nahar mengatakan sistem yang ditingkatkan adalah upaya kesadaran masyarakat untuk melapor ke dinas sosial setempat apabila ada anggota keluarga atau terdekatnya masih mengalami pemasungan. “Agar semua pasien penyandang disabilitas mental dan psikososial yang dipasung terdata dan ditindaklanjuti oleh program pemerintah,” kata Nahar.
Kepada pemerintah daerah, Kementerian Sosial pun sudah bersurat dan menginstruksikan agar mendata dan mensosialisasikan pemahaman terkait dengan penanganan masalah pasung ini.
Sebelumnya, Human Right Watch merilis data bahwa masih banyak tindakan pemasungan yang terjadi di Indonesia. Lembaga itu mencatat ada 18.800 orang yang diketahui dan tercatat dipasung, baik di kandang, panti maupun rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia.
Nahar mengaku tidak kaget dengan data itu. Ia mengakui masih menemukan beberapa panti swasta melakukan pemasungan. “Data itu menguatkan upaya pemerintah untuk menghapus tindakan pasung di Indonesia sesegera mungkin,” katanya.
MITRA TARIGAN