TEMPO.CO, Bandung - Kriminolog Universitas Padjadjaran, Yesmil Anwar, mengatakan aksi Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, yang menindak langsung sopir angkot ilegal, menurunkan wibawa hukum.
Meski banyak orang ada yang menilai tindakan Ridwan Kamil sah, “Hukum itu bukan wali kota seperti zaman kerajaan,” kata Yesmil pada Senin, 21 Maret 2016.
Yesmil mengatakan beberapa Ridwan Kamil menghukum langsung warganya dengan sanksi fisik, seperti push up. Beberapa waktu lalu, para penginjak bangku taman di ruang publik dan pengendara sepeda motor pernah mendapat hukuman seperti itu.
Jumat lalu, giliran Ridwan Kamil menindak langsung sopir angkutan kota ilegal di Alun-alun Bandung. “Kan ada Peraturan Daerah tentang K-3 (ketertiban, kebersihan, keindahan) kenapa hukumannya push up dan kontak fisik dengan sopir angkot ketika aturannya sudah ada,” ujar pengajar di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dan beberapa kampus swasta itu.
Yesmil menyayangkan tindakan Ridwan Kamil tersebut. Sebab, pemimpin seharusnya menjadi teladan bagi warga. Dia pun khawatir budaya kekerasan dicontohkan oleh para pemimpin. “Menahan diri harus dan memberi contoh yang baik. Kasar tidak harus secara fisik, tapi tegas dalam ucapan,” tuturnya.
Sebelumnya diberitakan seorang sopir angkot ilegal, Taufik Hidayat, melaporkan Ridwan Kamil ke Kepolisian Daerah Jawa Barat atas tuduhan penganiayaan. Dia mengaku Wali Kota Bandung itu menampar dan memukul perutnya, Jumat, 18 Maret 2016, saat mencari penumpang di halte Alun-alun Bandung.
Ridwan Kamil membantah pengakuan sopir tersebut. "Jadi kemarin itu ada satu yang kena (tertangkap) sama saya. Saya datangin pakai sepeda, karena dia enggak mau ke luar, terjadi tarik-menarik. Dia waktu saya tanya malah diam. Saya tepuk, saya pegang pipinya biar dia ngeliat ke wajah saya," ucapnya.
ANWAR SISWADI