TEMPO.CO, Klaten - Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bagi peserta mandiri, atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) yang berlaku per 1 April 2016, tidak mempengaruhi jumlah warga yang mendaftar di Kantor Layanan Operasional BPJS Kesehatan Klaten.
Dari pantauan Tempo, Senin, 21 Maret, kantor BPJS Kesehatan Klaten masih dipadati puluhan warga yang mendaftar sebagai peserta mandiri BPJS Kesehatan. “Mungkin mereka juga sudah menghitung kalau penyesuaian (kenaikan) iuran itu tetap jauh lebih murah daripada harus membayar sendiri seluruh biaya pengobatannya ketika sakit,” kata Kepala BPJS Kesehatan Kantor Layanan Operasional Klaten, Indra Martyas.
Menurut Indra, dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya terlihat pada pemilihan kelas. Sebelum terbit Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016, warga kelas menengah ke atas tanpa ragu-ragu langsung memilih sebagai peserta kelas I. Setelah peraturan baru yang merevisi Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan itu diundangkan sejak 1 Maret lalu, sebagian warga kelas menengah ke atas memilih sebagai peserta kelas II.
Dengan terbitnya Perpres Nomor 19 Tahun 2016, iuran kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80.000. Iuran kelas II, yang semula Rp 42.400 menjadi Rp 51.000. Iuran kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30.000. “Mereka (warga kelas menengah ke atas) tidak memilih kelas III, karena tidak bisa pindah kelas (ke kelas II atau kelas I) ketika rawat inap di rumah sakit,” kata Indra.
Indra menambahkan, dari total jumlah warga Klaten sebanyak 1.292.003 orang, baru 905.021 orang (70 persen) yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Dari 905.021 peserta BPJS Kesehatan itu, 63.417 orang di antaranya peserta mandiri (PBPU atau pekerja mandiri atau selain pekerja mandiri). “Tiap bulan, BPJS Kesehatan membayar ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Tingkat Lanjutan di Klaten sekitar Rp 40 miliar. Sedangkan pemasukannya kurang dari 50 persen total pengeluarannya (kurang dari Rp 20 miliar),” kata Indra. Menurut dia, defisit itu karena banyak peserta mandiri menunggak iuran.
Salah seorang peserta mandiri BPJS Kesehatan asal Desa Gombang, Kecamatan Cawas, Karyati, 28 tahun, mengaku memilih pindah dari kelas I ke kelas II, karena masih harus menanggung iuran kedua adiknya. “Dulu saya peserta kelas I tapi kartu saya sudah dinyatakan tidak aktif sejak beberapa bulan lalu karena berpindah kerja,” kata Karyati.
Ketika hendak mendaftar peserta BPJS Kesehatan lagi, Karyati musti mendaftarkan dua adiknya yang belum terdaftar. “Kalau kami bertiga masuk kelas I, iuran per bulan totalnya Rp 240 ribu per bulan. Cukup memberatkan. Makanya kami ikut kelas II, iurannya per bulan cuma Rp 153 ribu,” kata karyawan perusahaan swasta di Yogyakarta yang mengaku bergaji Rp 3 juta per bulan itu. DINDA LEO LISTY