TEMPO.CO, Yogyakarta - Kisruh Kadipaten Pakualaman Yogyakarta berlanjut. Mediasi antara penggugat, yaitu Anglingkusumo, dan tergugat Paku Alam X mengalami jalan buntu alias deadlock. Sidang pembacaan gugatan akan dimulai minggu depan.
"Mediasi deadlock, sidang dilanjutkan," kata pengacara Paku Alam X, Herkus Wijayadi, di kantor Pengadilan Negeri Yogyakarta, Senin, 21 Maret 2016.
Herkus menyatakan gugatan pihak Anglingkusumo, paman tiri Paku Alam X, memang tidak bisa dikabulkan. Itu terutama soal gugatan kedudukan atau takhta Paku Alam yang diminta oleh penggugat, juga soal bagi-bagi harta milik Kadipaten Pakualaman.
Sebab, sesuai dengan paugeran atau pranata kerajaan tingkat kadipaten, itu sudah jelas. Pengukuhan Wijoseno Hario Bimo sebagai Paku Alam X sudah melalui proses yang panjang. Bahkan sudah kirab dan sudah dilegitimasi oleh berbagai pihak, termasuk dari pemerintahan dan Kraton Ngayogyakarta. "Sri Sultan Hamengku Buwono X dan putri-putrinya hadir, jajaran pemerintahan semua hadir saat jumenengan, itu artinya menunjukkan legitimasi," katanya.
Pihak Anglingkusumo juga mengklaim sudah dikukuhkan, tapi hal itu masih dipertanyakan. Apalagi pengukuhan sebagai Paku Alam X berlokasi di Kulon Progo. Itu dianggap keluar dari paugeran. "Mana ada raja ditempatkan di sebuah pendopo di lokasi yang terpencil, ini tidak masuk akal," kata Herkus.
Herkus menambahkan, Paku Alam X hanya menjalankan amanah sesuai dengan paugeran. Itu juga merupakan amanah dari leluhur kadipaten soal takhta sebagai Paku Alam X. Jelas tidak mungkin ia akan berbagi takhta dengan paman tirinya itu.
Selain itu, gugatan untuk berbagi harta warisan tidak bisa dipenuhi. Sebab, aset-aset Kadipaten Pakualaman bukanlah milik pribadi-pribadi keluarga, melainkan milik kadipaten.
"Dari sekian banyak aset yang dituntut penggugat, itu merupakan aset lembaga. Tidak mudah begitu saja dibagi-bagi. Itu yang dipertahankan oleh Kanjeng Gusti (Paku Alam X). Kalau aset itu dibagi-bagi, itu mengkhianati putra wayah yang lain. Aset dipertahankan sebagai aset bangsa," kata pengacara itu.
Kisruh Kadipaten Pakualaman ini muncul karena pihak Anglingkusumo mengklaim lebih berhak menjadi Paku Alam. Bahkan menjadi Paku Alam IX. Anglingkusumo mengklaim lebih berhak menduduki takhta Paku Alam IX pada 1999.
Wimar Sitorus, pengacara Anglingkusumo, menyatakan pihaknya menggugat Paku Alam X karena dua kali somasi yang dilayangkan tidak ditanggapi.
Somasi itu dilayangkan pada 7 Januari 2016 yang bertepatan dengan jumenengan Paku Alam X. Somasi tersebut meminta Paku Alam X menyadari kekeliruannya karena Wijoseno Hario Bimo diklaim tidak berhak menduduki jabatan Paku Alam.
Sedangkan somasi kedua diberikan pada 7 Februari 2016. Isinya tidak jauh berbeda, yakni ketidaksepakatan keturunan Paku Alam VIII, khususnya dari trah Kanjeng Raden Ayu Retnoningrum dan sesepuh trah Pakualaman, atas pengangkatan Hario Bimo menjadi Paku Alam X. "Kami akan membacakan gugatan pada sidang pertama," kata Wimar.
MUH SYAIFULLAH