TEMPO.CO, Kuta - Sekitar 20 ribu warga Bali berunjuk rasa menolak reklamasi Teluk Benoa dengan cara berjalan kaki 1 kilometer dari Pura Desa Adat Kelan ke bundaran Taman Patung I Gusti Ngurah Rai Tuban, Bali, Ahad, 20 Maret 2016 Massa menuntut pencabutan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 yang menghapus Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi kawasan pemanfaatan umum.
"Walaupun massa bergerak sendiri di luar komando, aksi berjalan damai," kata Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI), I Wayan 'Gendo' Suardana.
Menurut Gendo, massa pendukung penolakan reklamasi Teluk Benoa bertambah dari 26 menjadi 28 desa adat. Dua desa adat yang baru menyatakan penolakan reklamasi adalah Desa Adat Pasedahan, Kabupaten Karangasem, dan Desa Adat Lembeng, Kabupaten Gianyar.
Direktur Utama PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI), Heru Budi Wasesa, mengatakan demonstrasi tersebut sebagai hal yang lumrah. "Tanggapan saya tidak berubah sudah kesekian kali demo. Silakan ajukan aspirasi pendapatnya di depan publik, mau tertulis, atau berdiskusi," katanya.
Ia menegaskan pihaknya tidak mau pusing dengan gelombang aksi masyarakat Bali yang semakin membesar. "Patokan kami Amdal karena itu amanah Perpres, itu sudah kami serahkan ke pemerintah," ujarnya. "Saat ini kami butuh wasit, yakni pemerintah bukan opini."
Pihak PT. TWBI, kata Heru, menjelaskan tiga tahun yang lalu siap menyediakan dana Rp. 30 Triliun untuk rencana proyek reklamasi. "Kerugian tidak ada (kalau reklamasi batal). Intinya, kami sudah melakukan kajian Amdal orang investasi ada biaya sendiri itu wajar, karyawan yang harus dibayar gajinya itu wajar, perusahaan ada kegiatan (biaya) Corporate Social Responsibility (CSR) itu wajar," tuturnya.
BRAM SETIAWAN