TEMPO.CO, Cirebon - Penolakan bongkar muat batu bara di Pelabuhan Cirebon membawa korban. Ketua Asosiasi Asosiasi Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) Sukirno mengatakan sedikitnya 1.200 awak truk angkutan batu bara terancam akan dipecat. “Jika kurang dari dua pekan lagi Pelabuhan Cirebon ditutup untuk batu bara, ribuan awak kami bisa kena PHK,” kata Sukirno, Rabu, 16 Maret 2016.
Sukirno menjelaskan ada sekitar 600 truk pengangkut batu bara yang beroperasi di Pelabuhan Cirebon. Masing-masing truk terdiri dari sopir dan kernetnya. “Ini berarti sedikitnya ada 1.200 pekerja yang terancam,” kata Sukirno.
Jumlah ini belum termasuk pekerja lainnya yang mendukung terhadap angkutan batu bara. Karenanya mereka pun meminta agar Pelabuhan Cirebon tidak ditutup untuk bongkar muat batu bara. “Kalau ditutup, mau kemana lagi mereka bekerja,” kata Sukirno.
Kurang dari dua pekan lagi Pelabuhan Cirebon akan ditutup untuk aktivitas bongkar muat batu bara. Ini dikarenakan PT Pelindo II Cabang Pelabuhan Cirebon belum mengurus revisi analisis dampak lingkungan (amdal). Selain itu bongkar batu bara pun dianggap berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat di sekitar pelabuhan.
Satu Rukun Warga (RW) di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk bersikukuh menolak adanya bongkar muat batu bara di Pelabuhan Cirebon. Ribuan pekerja pun terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan ditutupnya Pelabuhan Cirebon.
Penolakan berasal dari RW 01 Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. “Kami tetap menolak bongkar muat batu bara di Pelabuhan Cirebon,” kata Ketua RW 01 Kelurahan Panjunan, Jafar Sidik, 16 Maret 2016. Karenanya, lanjut Jafar, ia dan seluruh warga yang ada di RW 01 justru menyambut baik adanya surat dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang memerintahkan adanya penutupan bongkar muat batu bara kurang dari 2 pekan mendatang.
Penutupan bongkar muat batu bara di Pelabuhan Cirebon, lanjut Jafar, sudah sesuai dengan tuntutan warga. “Selama ini kami telah dirugikan dengan debu batu bara yang berterbangan hingga ke pemukiman penduduk,” kata Jafar. Kesehatan warga, terutama anak-anak pun menjadi terganggu. “Untuk masa depan anak-anak kita, kami tetap menolak bongkar batu bara di Pelabuhan Cirebon,” kata Jafar. Termasuk dengan menolak seluruh kompensasi yang diberikan kepada warga oleh pengusaha batu bara yang beroperasi di Pelabuhan Cirebon.
Jafar pun mempertanyakan kepedulian dari pengusaha batu bara kepada warga justru saat pelabuhan akan ditutup.”Dulu mereka sama sekali tidka peduli kepada kami,” katanya. Padahal debu-debu saat bongkar batu bara dari tongkang ke truk selalu berterbangan ke rumah mereka. “Debu semakin banyak terbang ke rumah warga saat musim kemarau dan angin kencang,” kata Jafar.
Sementara itu ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Cirebon (APBC), Ahmad Berliana Zulkifli, mengungkapkan jika pengusaha batu bara sudah berupaya untuk mengajak masyarakat yang ada di sekitar Pelabuhan Cirebon. “Kami pun sudah menyalurkan bantuan kepada mereka,” kata Ade, panggilan Ahmad Berliana.
Warga pun menurut Ade, sudah merasakan semakin berkurangnya debu batu bara dengan berbagai langkah yang sudah dilakukan oleh PT Pelindo Pelabuhan Cirebon saat ini. Pengusaha batu bara pun, lanjut Ade, akan tetap berkomitmen untuk memberikan bantuan dan peduli terhadap masyarakat yang ada di sekitar Pelabuhan Cirebon. Ade pun mengakui dari 10 RW yang ada di Kelurahan Panjunan ada 9 RW yang saat ini sudah setuju dan mendapatkan kompensasi dari adanya bongkar muat batu bara di Pelabuhan Cirebon.
IVANSYAH