TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan 20 saksi dalam persidangan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2010 dengan tersangka M Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu, 16 Maret 2016.
Para saksi dalam persidangan ini adalah penjual aset berupa tanah dan bangunan kepada Nazarudin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Mereka adalah Aswin M, Aut Mubarak, Chandra, Eko Purwanto, Gusti Yudi, Herlina Pakpakhan, Irwan, Izan Said, Lilia, Matius, M.Tega Yulius, M. Darmawan Bintang, Sartono, Sugianto, Sulimarwati, Sungkana, Reda Nasution Ryo dan Yuliawati.
Seharusnya ada 21 saksi yang dihadirkan namun satu orang dengan nama Antonius tidak bisa datang karena sakit. Namun sidang pemeriksaan saksi ini ditunda hingga Rabu, 23 Maret 2016. "Karena waktunya kurang cukup, maka sidang kami tunda sampai Rabu depan tanggal 23 Maret, 2016," ujar Hakim Ketua Ibnu Basuki.
Nazar yang ditemui seusai sidang tidak mau memberikan sedikitpun pernyataan kepada media. Hari ini wajahnya nampak pucat dan tubuhnya terlihat lemas saat berjalan.
Dalam dakwan, disebutkan bahwa Nazaruddin mengalirkan uang hasil korupsinya dengan cara membeli saham perusahaan, transportasi, serta tanah, dan bangunan. Nazarudin membeli aset tersebut dengan nama istrinya, Neneng Sri Wahyuni. Total nilai TPPU Nazaruddin bisa mencapai sebesar Rp 83,6 miliar.
Pada akhir 2015, Nazaruddin telah didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah (DGI) dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek. Dari Manajer Pemasaran PT DGI Mohammad El Idris, Nazaruddin menerima Rp 23.119.278.000. Nazar dianggap meloloskan PT DGI untuk memenangi proyek pembangunan Wisma Atlet di Palembang.
Jaksa penuntut umum menduga Nazar, yang saat itu menjadi anggota DPR, bertindak di luar wewenang dan jabatannya. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugrah Grup yang berubah nama menjadi Permai Grup.
ARIEF HIDAYAT