TEMPO.CO, Jakarta - Tenaga kerja Indonesia (TKI) bernama Sri Rahayu binti Masdin Nur, asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tiba di Suriah pada 2 Februari 2011. Ia bekerja di negara itu melalui agen tenaga kerja PT Binhasan Maju Sejahtera. Ia bekerja di sebuah keluarga di Aleppo.
Menurut rilis Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) di Damaskus, Suriah, yang diterima Tempo, Rabu, 16 Maret 2016, masa kontrak kerja Sri Rahayu di Aleppo sudah habis. Ia bekerja selama 2,5 tahun. Namun Sri tidak dipulangkan, tapi malah dijual kembali oleh agen di Sanaa ke majikan baru bernama Abdul Azim al-Ujaeli di Raqqah.
Agen di Sanaa selalu berbohong kepada Sri Rahayu bahwa Kedutaan Indonesia di Suriah sudah tutup dan tidak ada penerbangan ke Indonesia.
Selama bekerja, Sri Rahayu digaji dengan baik oleh majikan yang sebelumnya berprofesi sebagai insinyur itu. Ia bertugas merawat majikannya yang sudah uzur dan tinggal seorang diri, sedangkan anak-anak majikannya sudah keluar dari Raqqah. Majikan Sri Rahayu bukan simpatisan ISIS, melainkan penduduk asli Raqqah yang terjebak di kota yang menjadi "ibu kota" ISIS karena usia senja.
Baca juga: KBRI Damaskus Selamatkan TKI dari Sarang ISIS
Selama tinggal dan bekerja di Kota Raqqah yang dikendalikan ISIS, Sri Rahayu menyaksikan ISIS memasuki Kota Raqqah. Sri mendengar orang-orang berlarian sambil berteriak ketakutan saat ISIS memasuki Kota Raqqah dan merebut gudang senjata milik Batalion 17 Tentara Suriah.
Sejak saat itu, ISIS menguasai kota, dan bendera hitam menjadi pemandangan lazim di Kota Raqqah. Selama tinggal di bawah pengawasan ISIS, Sri Rahayu selalu mengenakan pakaian hitam dengan cadar menutup rapat wajahnya ketika keluar rumah atau sekadar membersihkan halaman agar tidak diketahui berasal dari Indonesia.
Suatu hari, ketika Sri Rahayu, yang pernah bekerja di Arab Saudi selama 20 tahun ini, berbelanja di pasar Raqqah, ia melihat kepala-kepala manusia dijejerkan di pinggir jalan setelah dipenggal. Sri membatalkan belanja dan lari pulang ketakutan ke rumah majikan.
Dari bahasa dan logat bicaranya, Sri Rahayu mengenali banyak tentara ISIS di Kota Raqqah berasal dari Arab Saudi, Tunisia, India, dan beberapa orang kulit putih. Namun ia tidak pernah bertemu dengan orang Indonesia.
Di hari lain, Sri Rahayu disuruh majikannya membeli rokok secara sembunyi-sembunyi. Ia tahu ISIS mengharamkan rokok dan akan menghukum keras para perokok. Sebelum tiba di tempat penjual rokok, ia dicegat tentara ISIS dan ditanya akan ke mana.
“Saya akan membeli sesuatu ke pasar,” jawab Sri Rahayu. Tentara ISIS tersebut lantas memerintahkan ia untuk kembali ke rumah karena tidak didampingi oleh lelaki muhrimnya. “Untung rokok belum di tangan,” kata Sri Rahayu bersyukur.
Sejak Raqqah dikuasai ISIS, kebutuhan bahan pokok menjadi sangat sulit. Pada bulan Ramadan tahun 2014, Sri Rahayu mengantre membeli roti hingga terpaksa menginap di pabrik roti hanya untuk mendapatkan roti.
Meski tinggal di Raqqah, Sri Rahayu mengaku tidak bekerja bagi simpatisan ISIS. Setelah KBRI Damaskus melakukan screening berkali-kali kepada Sri Rahayu, tidak ada indikasi sama sekali bahwa TKI kelahiran 1976 ini bersimpati kepada ISIS. Bahkan ia mengaku membenci ISIS karena melihat sendiri perilaku kejam mereka di Raqqah.
“Selayaknya para TKW (tenaga kerja wanita) lainnya, Sri hanya concern tentang gaji dan pulang. Hal ini sekaligus menolak asumsi beberapa pihak di Tanah Air bahwa banyak TKI di Suriah yang condong pemikirannya ke ISIS,” kata Adkhilni Mudkhola Sidqi, pejabat Konsuler dan Penerangan Sosial Budaya KBRI Damaskus.
Sebelumnya, KBRI di Damaskus, Suriah berhasil mengevakuasi Sri Rahayu dari Raqqah. Saat ini Sri aman di lokasi penampungan milik KBRI Damaskus bersama puluhan TKI lainnya yang tengah dipersiapkan kepulangannya.
NATALIA SANTI
BERITA MENARIK
Ketika Susi, Menteri Lulusan SMP, Kuliahi Mahasiswa Harvard
Ahok Digoyang, Pendemo Tantang KPK Seret Ahok ke Penjara