TEMPO.CO, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian resmi dilantik menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme per hari ini, 16 Maret 2016. Ia sudah ditetapkan menjadi Kepala BNPT sejak 10 Maret 2016.
"Mengangkat M. Tito Karnavian sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Yang bersangkutan diberi hak keuangan, administrasi, dan fasilitas lainnya setingkat menteri sesuai peraturan perundang-undangan," ucap ajudan upacara pelantikan Tito di dalam Kompleks Istana Merdeka.
Tito hadir dengan pakaian jas lengkap dan dasi. Di kepalanya tersemat peci hitam, di lehernya menggantung dasi merah.
Dalam sumpahnya, Tito mengucapkan bahwa tidak akan menerima apa pun, janji, dan pemberian baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, ia juga bersumpah akan mengikuti UUD 1945 dan peraturan berlaku lainnya.
Sejak lulus Akademi Kepolisian pada 1987, Tito Karnavian sudah berjibaku langsung dengan pemburuan buron. Seperti pada 7 November 2005, Tito yang masih menjabat Kapolres Serang dihubungi oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Makbul Padmanagara agar bersiap-siap ke Poso, Sulawesi Tengah. Tito diminta membantu pelacakan mutilasi tiga orang siswa di Poso.
Jauh sebelumnya, ketika masih menjadi Kepala Satuan Reserse Umum Polda Metro Jaya, suami Tri Suswati itu sudah memimpin pencarian buron kasus Badan Urusan Logistik (Bulog), Soewondo. Tim yang hanya beranggotakan empat orang itu, pada Oktober 2000 menciduk Soewondo yang buron selama lima bulan.
Tito kembali diminta memburu "Pangeran Cendana", Tommy Soeharto. Pria kelahiran 26 Oktober 1964 itu langsung memimpin Tim Cobra yang dibentuk Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Sofjan Jacoeb setelah penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 26 Juli 2001. Tito yang masih menjabat Kasatserse Umum Reserse Polda Metro Jaya, memimpin 23 anak buahnya untuk meringkus Tommy pada November 2001.
Berkarier di kepolisian dari 1987, Tito pun dikenal sebagai polisi yang menggeluti terorisme. Meskipun sempat diselingi memimpin Polres Serang pada 2005, dari 2004 sampai 2010, Tito menghabiskan waktunya di Detasemen Khusus Antiteror 88. Ia juga pernah menjadi Deputi Penindakan di BNPT. Sejak Bom Bali I sampai serangan teroris Thamrin 2016, nama Tito selalu ada dalam pengungkapan kasus terorisme.
Salah satu prestasi doktor lulusan Nanyang Technological University adalah pada November 2005 ketika dia berhasil menumpas Doktor Azhari di Malang. Keberhasilan itu diganjar dengan kenaikan pangkat dari Ajun Komisaris besar jadi Komisaris Besar.
ISTMAN M.P. | PDAT